Moonchild (part 2)
“Yes
!!!” Taehyung berteriak histeris, untungnya kami berada di atap sekolah jadi
tidak ada yang mendengar teriakannya selain hanya aku.
“Ada
apa, Taehyung-ah ?” aku menariknya duduk, setelah itu dia merebahkan
punggungnya di lantai atap dan merebah seperti anak kecil.
“Kencan
pertama kami !”
“Apa
?”
“Hahaha,
aku tahu kau sangat terkejut.” Taehyung memulai ceritanya
Taehyung
POV
Kami
beremu di koridor loker ketika aku hendak berjalan keluar, Zian sedang memasang
sepatunya dengan buru-buru, anmun terliaht sepasang sepatu itu enggan memasuki
kakinya. “Boleh aku bantu ?” tawarku, sial ! Tuhan, jangan kau buat aku salah
berkata lagi.
“Apa
? Ah-Taehyung-ssi ? bolehkah ?” setelah dia mengangkat wajah dan mendapati aku
yang berdiri di hadapannya, dia kemabali mengudaarkan senyum.
“Tentu
saja. Turunkan kakimu.” Aku menyuruhnya menurunkan kaki. Jujur saja, kedua
taganku saat ini sedang gemetaran.
“Pelan-pelan
saja.” Gumamku menenangkan diri sendiri.
“Apa
? haha, Taehyung-ssi, Taehyung-ssi, Taehyung-ssi, Taehyung,” akhirnya waktu
berakhir dengan hanya mendenagrkan suaranya menanyikan namaku, bahkan aku
membandingkan suaranya menyanyikan namaku dengan suara nyanyian Jimin, bedanya
Jimin menyanyikan “Taehyung-ah” sedang Zian “Taehyung-ssi”
“Selesai”
“Gumawo,
wah bagus sekali ikatan sepatu kamu, Taehyung.” Kedua mata Zian terlihat
berbinar-bianr senang bahkan berlompat-lompat kecil.
“Karena
nyanyian kamu begitu bagus, aku sampai lupa rasa gugupku.” Ucapanku yang tiba-tiba membuat zian berhenti melompat, dai
menatapku lama dan akhirnya menangis disana.
Aku
hampir kena seranagn jantung karenanya. Wajahnya yang disembunyikan di balik
telapak tangannya adalah hal terindah yang pernah kullihat. Selain jimin,
seperti aku akan membunuh seseorang jika mereka berani merampas gadis ini
dariku. Ya, mereka berdua.
“Lari
yuk.” Aku menarik tangannya tanpa memerlukan persetujuannya lagi, kami
meninggalkan ruangan loker dan berlari menuju taman samping kolam renang.
“Sudah
ah, Aku lelah.” Zian melepas tangan kami dan membungkuk memegang lututnya
semari menarik nafas mengumpulkan mereka karena telah pergi beberapa menit yang
lalu.
Aku
tertawa, Dia tertawa, Kami tertawa.
“Kamu
tadi sedang sedih ?”
“Karena
kamu .” Jawabannya dengan malu-malu, dia sedikit menunduk, membuat helaian
rambutnya berhamburan menutupi wajahnya.
“Tunggu
aku. Sebentar saja.” Dia menatapku heran, namun tetap membiarkan aku pergi.
“Ta-da
!!!” aku memetik bunga di halaman taman dan memberikannya pada Zian. Gadis itu
melonjak senang dan hampir saja memelukku, kami tertawa karena malu.
“Mau
keluar ?” aku bertanya agar suasana tak jadi sepi lagi
“Kita
sudah diluar.”
“Ah,
benar juga. Maksudku, keluar seperti ke zona X, atau pameran, atau MOX bioskop,
atau apapun yang penting”
Buru-buru
dia memotong ucapanku. “Kencan ?” lalu dia menutup mulutnya karena merasa
terkejut. Aku menelan ludah dengan susah payah. Kenapa gadis ini mengambil alih
bagianku ?
“Besok
jam 8 pas, aku tunggu di depan stasiun kereta Jkioek”
***
Namjoon
Hyung menatap kami bergantian, wajahnya dipenuhi dengan kecemasan yang amat
menyakiti kami. Begitupun dengan Yoongi Hyung, Hosoek Hyung, Seokjin Hyung, dan
Jungkook, mereka duduk dalam diam namun mata mereka sudah cukup menggambarkan
kegelisahan mereka. Disana aku hanya sebagai orang yang benar-benar tak pantas
ada disana, berada dalam zona nyaman sementara membiarkan Taehyung seorang diri
mendapatkan luka lama yang tidak pernah bisa ia sembuhkan. Akulah yang
menyebabkan seua ini. Aku- YA ! KAMU JIMIN
“Mian,
semua ini karena aku.” Meraka menatapku dengan kening berkerut, memang mereka
sudah tau wanita itu tapi mereka belum tahu cerita lengkapnya, bagaimana
Taehyung dan Zian bertemu, asal-muasal masalah, sampai puncak masalah, dan luka
yang selamanya tidak akan terobati yang diderita Taehyung.
Dan
aku memulai cerita masa lalu kami. Semuanya, tanpa ada yang ditutup-tutupi. Ya,
memang seharusnya tidak.
***
Taehyung
meletakkan sekotak bekal di meja belajarku, hari ini merupakan hari ke-5 selama
kami menduduki kelas 11 dan Taehyung masih saja menghabiskan waktunya untuk
bermain-main, terutama karena tengan dimabuk cinta. Ya, mereka sudah 2 tahun
berpacaran dan aku rasa ini menghabiskan waktu yang dulu adalah milikku. Gadis
itu, Zian, dia semakin menempel pada Taehyung selain karena sahabatku ini
memiliki banyak penggemar perempuan, kebanyakan adalah kakak tingkat kami,
karena sepertinya Zian memiliki masalah yang tidak dia bagi pada Taehyung,
menurutku masalah itu menyangkut hubungan mereka. Dan itu benar, bahkan
Taehyung sendiri belum menyadari hal itu.
“Zian
memberikan ini untukmu Jimin-ssi. Kau tidak ikut kami ke cafe ?”
Taehyung
menarik kursi di depanku dan mendudukinya, dia mengambil roti dari tanganku dan
memakannya.
“Tidak,
Taehyung-ah. Aku ada pertemuan keluarga, kebetulan nenekku pulang dari
Indonesia dan aku harus menjemput di bandara. Kalian pergi saja, lain kali aku
akan ikut.”
“Nenek
? wah, salam yaa, aku kangen sekali. Nanti aku pergi yaa, tolong bilang pada
nenekmu untuk memasakkan ramen terbaiknya.”
Aku
dan Taehyung larut dalam obrolan tentang nenekku, sampai ramen dan percakapan
konyol lainnya. Kami benar-benar menghabisakan waktu yang terasa singkat.
***
“APA
?” mereka berteriak lantang dengan wajah menggambarkan kekagetan tak terkira.
Aku hanya bisa menunduk, meyesali sesuatu yang besar baru saja aku ceritakan
pada mereka, rahasia terbesar yang aku dan Taehyung miliki tentang seorang
wanita.
“Astaga”
Namjoon Hyung menahan ucapannya dengan jemari yang menutupi mulutnya. Jungkook
sudah menangis, merasakan penderitaan Taehyung saat itu dan kesakitanku menjadi
satu-satunya orang yang tahu masalah Tahyung bahkan nenek Taehyung sendiri
tidak mangetahui ini.
“Kita
harus menolongnya.” Seru Hoseok Hyung sambil berdiri menegaskan semuanya.
Aku
menggeleng. “Tidak mungkin.”
“Ya
Tuhan,” Yoongi Hyung terlihat putus asa kalau boleh jujur itu adalah wajah
putus asa pertama yang aku lihat dari dirinya.
“Ta-tapi,
Taehyung akan baik-baik saja kan?” mendengar perkataan Jungkook, membuat aku
menunduk dalam gelisah yang ku sembunyikan. Sebenarnya aku juga takut harus
menerima kenyataan masa lalu yang terulang kembali. Aku bahkan lebih takut
sahabatku itu terluka lebih dalam lagi.
“Ya,
dia akan baik-baik saja. Kita tahu bahwa Taehyung adalah orang yang kuat.” Ujar
Seokjin Hyung sembari menjatuhkan telapaknya pada bahuku, menegaskan bahwa aku
tidak perlu berlarut dalam penyesalan.
“Ya
!”
“Siapapun
yang nanti akan dihubungi Taehyung, tolong, agar memanggil yang lain karena
kita semua butuh kabar dari dia.” Begitulah keputusan final kami. Kami berlalu
dan masuk sedalam kamar masing-masing
TO BE CONTINUED