Jumat, 28 Februari 2020


Moonchild (END)

Jam 4 pas dan Jimin belum juga sampai. Kemana dia ? apa dia tidak ingin mendengar ceritaku ? bagaimana aku membuat Xiumin menangis dengan perkataanku, bagaimana aku memukul Xiumin dengan tanganku sendiri karena perkataannya yang pedas pada Zian, bagaimana akhirnya dia mengaku bahwa sebenarnya membenciku karena aku berasal dari rakyat biasa yang tidak memiliki harta, hanya karena dia takut aku tidak bisa menghidupi saudara perempuannya ?
Bagaimana itu membuat aku menangis seperti anak kecil dihadapan semua orang, dan bagaimana seorang bocah dari lelaki lain yang menikahi Zian datang dan memelukku memberikan kehangatan yang dulu tidak aku dapatkan dari anakku, yang-yang-
Ah, sial. Aku menangis lagi.
Nah, itu dia. Jimin sedang berlari memasuki gerbang taman, dia terlihat lelah karena berlari, matanya dipenuhi airmata. Ah, maafkan aku, sahabatmu yang selalu membuat kamu berada di posisi yang sulit. Sesuatu terlintas di kepalaku, aku menyalakan ponsel dan mengaktifkan mode penerbangan. Membuka notes dan menuliskan beberapa kata disana. “4 O’clock”
Lagu untuk Jimin, lagu untuk kami, lagu untuk Zian, lagu untuk putra atau putriku. Semoga kalian bahagia.
“Hey, Moonchild !” aku memanggil Jimin dengan senyuman sembari melambai padanya menyuruh dia segera mengahmpiriku. Jimin menangis lagi-lagi.
“Ya, dasar, kau sendiri Moonchild !”
Taman itu dipenuhi suara tawa dan tangis yang kian menghilang. Mulai hari ini kami harus memaafkan masalalu dan melangkah menyambut masa depan, begitulah perkataan Jimin yang aku ingat sampai hari ini.
SELESAI


Moonchild (part 5)

“APA ?” Taehyung berdiri di hadapanku dengan wajah berbinar, kami sedang melarikan diri diatap dan dia sedang memberitahukan sesuatu yang benar-benar membuatku terkejut.
“Ka-kapan kalian-”
“Malam itu saat aku di apartemenmu.” Lagi-lagi dia berkata dengan penuh semangat, seakan sebelum itu tidak terjadi hal yang membahayakan nyawanya.
“Apa kau sudah gila ? Bagaimana kalau Xiumin tau ? kau bukan hanya dipukuli saja tapi kau akan dihabisi dalam satu waktu.” Aku berteriak menjelaskan bahwa apa yang mereka lakukan itu salah, sangat salah.
“Jimin-ssi, tolonglah mengerti, kami hanya membutuhkan bukti cinta dari kami.”
“Tidak Taehyung. Tidak dengan cara seperti itu, itu salah. Ya tuhan, Taehyung. Apa lagi ini ? kamu benar-benar akan membunuh nenekmu kalau sampai beliau tau.”
“Jangan Jimin. Tolong jangan beritahu mereka, aku janji akan mencari kerja begitu lulus sekolah, aku akan pergi ke Seoul untuk mencari pekerjaan dan akan membawa serta Zian.”
Aku menggeleng histeris. Barusan Taehyung memberitau kalau Zian-? Aku tidak bermimpi kan ? Ya Tuhan, katakan sesuatu. Kami terdiam dalam waktu yang lama, hingga akhirnya aku merelakan apa yang sudah terjadi dan memaafkan perbuatan gegabah Taehyung.
“Sudah tiga bulan yah ?” aku menebak diri sendiri dan membuat Taehyung bergumam sendiri.
“Ngomong-ngomong, kenapa Zian tidak masuk ? tadi aku mengecek kelasnya dan katanya dia tidak masuk.” Taehyung melonjak kaget, sejurus kemudian aku ditinggal sendiri.
***
Taehyung tak lagi menelpon. Aku berharap mobil ini bisa terbang sampai ke tempat dimana Taehyung berada, namun aku tahu sampai kapanpun mobil ini tidak akan bisa terbang.
Aku ingat betul, setelah hari terakhir kami diatap itu, Taehyung menjadi serpihan debu, dia terus menangis dan bersembunyi di apartemenku. Merapuh seperti kertas dan terus-terus menyalahkan dirinya sendiri.
Xiumin, kakak lelaki Zian berhasil mengetahui kalau Zian tengah hamil dan memaksa gadis malang itu menggurkan kandungannya. Setelah itu Taehyung dan Zian seperti boneka tak bernyawa dan tak berdarah, mereka tidak bersemangat, bahkan untuk makan. 1 bulan terakhir disekolah, Zian terus dikawal pengawal membuat mereka benar-benar tersakiti, dan membuat aku merasa sangat bersalah untuk apa yang mereka alami.
Setiap pulang sekolah, apartemenku adalah persinggahan Taehyung. Kami mengahabiskan waktu dalam diam, makan dalam tangisan, belajar dalam lamunan, tidur dalam kesunyian.
Sejak hari itu Taehyung menjadi lebih pendiam, hingga suatu hari dia pulang kerumah neneknya dan memutuskan untuk bangkit, melupakan apa yang menjadi bagian dari kesakitan dirinya, melupakan bahwa dia pernah memiliki darah dalam tubuh seorang wanita. Setelah kelulusan, Zian dibawa Xiumin meninggalkan kota kami, tidak memberikan sedikit waktu bagi Taehyung untuk meminta terima kasih karena sempat memberikan dia harapan meski akhirnya pupus, namun itu menjadi bagian terindah dalam garis hidupnya, menjadi kisah yang sulit dihalau meski nanti dia menikah dan memiliki keluarga yang mampu memberikan kebahagiaan padanya.
Taehyung hanya ingin berterima kasih karena pernah menjadi wanitanya dan bahkan sampai saat ini masih menjadi wanitanya. Ya, wanitanya.
Aku larut dalam ingatan masa lalu, menangis seperti saat aku dan Taehyung menghadapi masa-masa sulit. Kami benar-benar harus disembuhkan, luka diantara kami terlalu besar untuk bisa diobati.
Taman ? tempat yang dikunjungi Taehyung adalah taman yang sudah ditutup beberapa waktu lalu. Aku keluar dari mobil dan berlari memasuki gerbang taman bermain itu, berharap langsung mendapati Taehyung disana, namun ternyata tak ada sahabatku itu. Kuhubungi ponselnya namun ponselnya itu tidak aktif.
Ketakutanku bertambah. Dia kemana lagi ? ya Tuhan, jangan buat seorang Taehyung terluka lagi. Tolong.
Airmata itu terjatuh. Aku takut jika mereka menyakiti Taehyung lagi, kenapa dia begitu bodoh hingga ingin bertemu dengan Zian sendirian ? kenapa tidak mengajakku ?
Aku berlari dalam tangisan yang memilu, mencari dimana sahabatku itu. Jangan lagi. Dia sudah cukup merasakan kehilangan, jangan lagi saat ini Tuhan, jangan untuk Taehyung.


Last Goodbye
Ada dirimu dan sebuah bintang
Itulah kenangan lamaku saat malam
Aku ragu tuk mengatakan 'aku mencintaimu'
Tapi aku sangat bersungguh-sungguh
Kau marah dan diam
Itulah kenangan lamaku saat malam
Aku tidak bisa tidur meskipun aku berada dalam gelap
Aku bisa mendengar tangismu
Andai Aku ada di sampingmu
Berdiri di sampingmu saja sudah membuatku bahagia
Ingatlah itu sebagai kenangan yang indah
Seharian dan semalaman
Aku sangat mencintaimu
Aku tahu itu tak bisa dimaafkan
Tapi aku tak bisa melakukan apa-apa
Bisakah kau mengingatku sebagai orang yang baik
Aku masih belum tahu
Kenaganmu sangat berharga, tak dapat ku lupakan


Moonchild (part 4)
"Taehyung," suara lembut Zian melantun seperti alunan piano, dan aku mencoba menggerakkan tubuhku namun karena luka di sekujurnya membuat usahaku sia-sia.
"Taehyung, ayo kita menuju kamar. Kamu harus diobati". Lagi-lagi aku bermimipi Zian ada di sini, benar-benar malang nasibmu, Taehyung. Lalu aku mendengar suara tangisan.
"Aku disini Taehyung, aku disini." Aku mengangkat wajah mandapati gadis yang paling aku sayangi di dunia setelah nenek dan ibu sedang menangis, dengan wajah sesenggukan dia menatapku.
"Zian, bagaimana kamu bisa ada disini?"
"Syuutt, diamlah, yang harus kita lakukan saat ini adalah mengobatimu. Ayo, berdiri." Dia memapahku berdiri dan kami berjalan sangat pelan ke arah kamar tidur Jimin yang jauh ke arah timur, apartement in cukup besar dan memiliki 2 kamar tidur namun biasanya aku akan tidur bersama Jimin karena aku akan mengigau saat tidur dan itu membuat Jimin khawatir.
"Buka bajumu," kata Zian setelah kembali dari menyiapkan kompres serta kotak P3K
"A-apa? melepas baju?" wajahku memanas
"Ya, karena yang lebih banyak terluka itu di daerah belakang dan perutmu"
"Ta-tapi"
"Sini aku bantu"
Dengan cepat Zian bergerak ke arahku dan itu membuatku dengan cepat mundur kebelakang, ketika kepalaku menyabar dinding, Zian sudah berada di atas kasur dengan air mata dia menangis sejadi-jadinya.
"Eh-eh, Zian kenapa menangis?"
"Tolong aku, Taehyung. Tolong jangan seperti ini, aku terlalu takut kamu terluka makin parah karena aku. Tolong, Taehyung".
"Baiklah, tapi berhentilah menangis, air matamu itu lebih menyakitkan daripada luka-luka ini". Aku mengahups air mata yang membanjiri pipi Zian, berharap waktu kami lebih banyak lagi dari ini, berharap hari ini tidak akan berakhir sampai kapanpun.
"Ka-kakakku tidak menyukaimu, dia dari dulu telah menyiapkan jdoh untukku dan aku tidak suka itu. Dia terlalu memaksakan kehendakku, aku tidak ingin terlepas darimu, Taehyung, Bagaimana ini ?" dia kembali menangis dengan sangat sedih bahkan ranjang milik Jimin sudah basah akibat air mata.
"Ya mau bagaimana lagi, aku tidak ingin dipisahkan darimu tapi perkataan keluarga itu lebih baik di dengarkan karena kamu hanya memiliki dia kan?"
"Siapa bilang? aku masih punya kamu, Jimin-ssi juga".
"Kami berbeda Zian"
"Ta-tapi, a-aku benar-benar tidak bisa. A-aku su-dah begitu menci-cintaimu. Aku sudah mencintaimu Taehyung". Dia terlihat histeris dalam teriakan dan tangisan, aku meraih kepalanya membawanya kedalam pelukanku, menenangkannya unutk saat ini bahwakami sedang barsama dan tak perlu ada yang dibahas.
"A-ak-u lebi-h mencin-taimu lagi. Sangat mencintaimu"
Kami berdua beradu pandang dalam waktu yang lama, dan menghabiskan malam dengan becerita setelah selesai mengobati lukaku. Zian tertidur disampingku hingga waktu yang kami butuhkan bahkan benar-benar behenti saat itu. Kami telah melelakukannya. Ketakutan kami bahkan menyatu. Air mata yang tidak bisa dibagi menjadi bagian yang satu. Kami beradu dalam dunia keheningan dengan hamparan cnta yang menggila. Waktu kami berhenti disini.
***

Senin, 02 September 2019




Moonchild (Part 3)
Malam setelah kejadian di keroyok

Desember 2012
Untung saja sudah tengah malam, kalau aku ketahuan memasuki apartemen elit dengan keadaan babak belur begini aku sudah pasti dikirim ke kantor polisi. Beruntung sekali Jimin memiliki tempat tinggal ini, karena ini adalah impianku juga.
Aku memiliki kunci kamar Jimin karena sejak awal kami selalu bertukar barang-barang, dia juga memiliki kunci lemari pakaianku, aku membawa bagian lain dari keyboardnya, aku membawa huruf J dan juga melepas huruf T, kami seperti saudara kembar ya ? dan hal-hal kecil lainnya yang menjadi bumbu pelengkap persahabatan kami.
Lampu mati, aku juga tidak berusaha untuk menyalakan.

Aku jatuh di ubin dingin depan pintu masuk, karena kepala yang terasa sakit, sebaiknya aku memejamkan mata beberapa menit saja. Maaf Jimin-ah, aku harus menyusahkan kamu lagi.

***
3.40 AM
Ada Polisi. sial !!!
Aku memperlambat laju mobil dengan kecemasan yang kian menambah. Bagaimana kalau Taehyung tidak menunggu ku ? bagaimana kalau dia- dia terjun atau sesuatu yang lebih menyeramkan dari itu, la-lalu bagai-mana kalau di-dia terl-uka lagi ?
Bagaimana ini ? Polisi sialan !
Sebentar, kenapa GPS tidak berjalan otomatis ? apa tempat tujuanku baru saja dibuka makanya tidak masuk ke dalam peta ini ?
Ah, suara hostnya berputar lagi. Mungkin karena kesalahan sistem suaranya jadi hilang. Wanita irtu mulai membacakan guide lagi, dan aku menemukan dimana letak tempat yang dimaksud Taehyung. Taehyung-ah, tunggu aku. Tolong jangan memutuskan hal gila sendirian. Tunggu, sahabatmu ini.

***
 
Nenek memberikan segelas jamu yang ia bawa dari Indonesia, aku mencoba meminumnya dengan melupakan bau dari jamu ini. Nenek bercerita banyak tentang perjalanannya, dia bahkan membawakan kain khas Indonesia, aku dipaksa memakai kain itu dan melepas baju dengan dada kosong aku memamerkan betapa cocok nya aku memakai kain ini.
"Hyung, ada telpon untukmu". Jae berteriak dari ruang tamu sembari memainkan gagang telpon padaku, aku meminta izin pada nenek untuk menerima telpon.
"Jimin disini" belum lagi aku menyelesaikan pertanyaan ku, suara seseorang wanita menghalau lebih dulu.
"Jimin-ah, kau tahu dimana Taehyung ? aku sudah mencari di rumahnya tapi nenek bilang dia tidak di sana, dan aku merasa khawatir karena dia belum juga menghubungi ku". Terdengar isak tangis di ujung sana, wanita itu sepertinya sudah bergetar karena tangisan.
"ada apa Zian ? apa yang terjadi ?"
Namun Zian hanya terdiam
"Zian katakan padaku, ada apa ?"
"Nanti akan aku ceritakan, ceritanya panjang dan saat ini aku belum fokus pada siapa pun dan apa pun, aku hanya ingin mengetahui di mana Taehyung". Lagi-lagi dia menangis dengan isakan pilu yang membuatku ingin berlari pada Taehyung dan meminta penjelasan.
"mungkin saja dia ada di apartemen ku. kamu ingat kan, aku pernah mengajak kamu makan disana ? pergilah ke alamat itu, dia pasti di sana". 
"ya-ya terima kasih Jimin".
"Zian-ssi, tolong jaga Taehyung . Tolong beri dia makan sebelum aku kembali ke rumah, kamu tau kan, kadang dia begitu rapuh ?" aku kembali dengan mengingatkan Zian betapa Taehyung kami memiliki sisi gelap yang hanya diketahui oleh kami.
"ya, aku akan menjaganya. Kamu cepatlah selesaikan acaramu. Datang, dan aku akan menceritakan semuanya padamu. Sudah ya, aku harus segera pergi".
"Hati-hati Zian".
Aku meletakkan gagang telpon dengan lemas, bertanya pada diri sendiri bahwa yang sedang terjadi pada mereka ? apa mereka putus ? tidak, aku rasa mereka tidak akan bisa putus.
"Taehyung kenapa kak ?" Jae muncul di belakang ku dan bertanya dengan cara yang cool, aku hanya menggeleng meyakinkan diriku sendiri bahwa Taehyung baik-baik saja. Ya, sahabatku itu pasti bisa mengatasi masalah yang ia miliki.

***
08.00 PM, Pulau Jeju
"Wah , lihat siapa yang berdiri di sana ?" suara berat itu mengudara dengan sangat lantang, beberapa pria bertato yang berdiri di samping lelaki itu terlihat menyeringai.
"Ya, sepertinya kalian sudah tau aku akan datang. Bagaimana kabarmu kak ?" aku mencoba ramah dan melupakan apa yang pernah dia lakukan padaku sebelumnya meskipun itu sangat sulit, karena sakit yang dulu tercetak masih saja terasa.
"Jangan biarkan Zian keluar". Kakak lelaki Zian berbicara pada beberapa pengawal mereka menggunakan bahasa Mandarin. Dia akan berfikir bahwa aku mungkin belum mengerti bahasa mereka, namun 4 tahun bukanlah waktu yang sangat cepat bagiku untuk belajar bahasa mandarin dan aku tidak mau itu sia-sia belaka.
"Kenapa kau tersenyum ?" Xiumin bertanya lagi, berdiri dari tempat duduknya dan berjalan kecil ke arahku.
"Jangan berfikir bahwa karena kamu publik figur aku jadi segan untuk melukai wajahmu itu. Meskipun kalau boleh jujur, wajahmu ini lebih baik wajah yang dulu. Aku bisa menyaksikan wajahmu dulu yang ku habisi dengan tanganku. Ah, betapa malangnya kau Taehyung". Dia dengan menyeringai berdiri di hadapanku, tapi karena tinggiku melebihi dia, membuat dia terlihat begitu kecil meski badannya terlihat sangat kekar.
"Ah kau bertambah tinggi. Siapa sangka kau akan datang kesini, Zian pasti akan senang melihatmu. Tapi, hey, dia sudah menikah dengan Choi Sinwoo, dan mereka sudah memiliki satu putri cantik. Ya sekedar informasi untukmu". Xiumin tertawa sambari berjalan meninggalkan ku, ia kembali duduk di bangkunya.
Choi Sinwoo ? ah, anak kepala pengedar narkoba ? aku tahu nama-nama gelap itu, mereka bahkan lebih terkenal dikalangan selebritis dibandingkan kalangan pengusaha karena selebritas membutuhkan obat namun berbeda denganku, aku mengetahui Sinwoo karena dia laki-laki yang dijodohkan Xiumin dengan Zian.
"Apa dia melanjutkan usaha ayahnya ? aku dengar ayahnya meninggal 2 tahun yang lalu. Apa itu bukan karena kamu ?"
Xiumin membanting gelas ke lantai dan berdiri dengan marah, dia menatapku seakan aku adalah keledai malang yang siap disantapnya.
"Diam kau ! jangan berani-berani di daerah kekuasaanku". Aku tertawa mendengarnya. Jimin-ssi, seandainya kamu disini, kita akan menertawakan ekspresi bodoh lelaki sok jagoan ini.
"Ini boleh daerah kekuasaanmu, tapi kalau aku mengunggah sesuatu di Internet maka kau akan tamat".
Xiumin terdiam, kemudian tertawa lagi. "Jangan bodoh, Taehyung. Kalau melakukan itu maka masa lalu mu akan diketahui semua orang, kau tidak memilki penggemar lagi, tidak akan ada yang ingin mendukung dan melindungimu karena merasa dibodohi".
Aku menggeleng keras. Kataku "Tidak, mereka tidak seperti kau Xiumin. Penggemarku bahkan lebih setia dari siapapun, sahabat-sahabatku bahkan lebih baik darimu. Kau tidak perlu takut aku diasingkan, kau terlalu baik untuk melakukan itu". Perkataanku membuat Xiumin kaget dan menyadari kesalahannya, dia lalu berbisik pada seorang pria dan orang itu masuk ke dalam rumah. Aku tidak bisa menjelaskan dengan baik bagaimana rumah ini tapi seperti inilah cara aku menjelaskannya.
Ruangan ini sunyi, hanya diisi oleh ketukan sepatu yang makin nyaring seperti bergerak ke arah tempat kami berdebat. Kain pintu besar berwarna merah dihadapan kami terangkat dan menampilkan tubuh ramping Zian dibalut baju serba hitam dan kakinya memakai sepasang Heels berwaarna senada, rambutnya dikuncir kuda dan wajahnya sedikit dipolesi bedak tipis, bibirnya sedikit mengkilap mungkin karena dia memakai lipgloss.
Kami sama-sama kaget dengan keberadaan masing-masing. Zian bahkan sedang gemetaran, kakinya tidak mampu lagi menahan tubuhnya, dia tersungkur di lantai dan buru-buru seorang pengawal ingin membantunya berdiri namun ia tolak.
 "Kenapa Zian ? kamu masih mencintai Taehyung ? bahkan setelah kamu menikah dan memiliki anak ?" betapa jahatnya Xiumin, menjebak adik dan memaksanya menikah, sekarang dia melempar kata-kata yang pedas pada adiknya sendiri ?
Aku bergerak cepat ke arah Xiumin dan langsung melayangkan sebuah tinju tepat pada hidungnya sebelum mereka menyadari bahwa aku tengah bergerak. Lelaki itu terjatuh menimpa kursi duduknya sendiri, sedang dua pengawal berebutan menarik tanganku agar aku mundur.
"Wah, sudah jago kamu, Taehyung".

TO BE CONTINUED

Senin, 11 Maret 2019


Kebenaran yang Tak Terumgkap

Penuh kesepian, taman ini mekar
Penuh duri, aku menggantung diri di istana pasir ini
Siapa namamu ? apa kau punya tempat untuk pergi ?
Bisakah kau memberitahuku ? aku melihatmu bersembunyi di taman ini
Dan aku tahu semua kehangatanmu adalah benar
Aku ingin memegang tanganmu, memetik bunga biru
Itu takdirku, jangan tersenyum padaku, terangi aku
Karena aku tak bisa datang padamu
Tidak ada nama yang bisa kau hubungi aku
Kau tahu aku tak bisa, menunjukkan kepadamu, memberikannya padamu
Aku tak bisa menunjukkan bagian diriku yang letih
Aku menggunakan topeng lagi dan pergi menemuimu
Tapi aku masih menginginkan dirimu
Mekar di taman kesepian, sebuah bunga yang menyerupaimu
Aku ingin memberikannya padamu, setelah aku melepas topeng bodoh ini
Tapi aku tahu, aku tak pernah bisa melakukan itu
Aku harus bersembunyi karena aku jelek
Aku takut, aku letih, aku sangat takut
Kalau kau akan meninggalkan ku lagi pada akhirnya
Aku mengenakan topeng lagi dan pergi menemuimu
Apa yang bisa aku lakukan di taman ini, di dunia ini
Aku makar, menjadi bunga cantik yang mirip denganmu
Dan bernafaslah seperti yang kau tahu
Tapi aku masih menginginkanmu
Mungkin saat itu sedikit saja
Jika aku punya keberanian untuk berdiri di hadapanmu
Apakah semuanya akan berbeda sekarang ?
Aku menangis mendengar ini, lenyap, jatuh
Kastil pasir yang ditinggal sendirian
Melihat topeng yang rusak
Tapi aku masih menginginkanmu



Moonchild (part 2)
“Yes !!!” Taehyung berteriak histeris, untungnya kami berada di atap sekolah jadi tidak ada yang mendengar teriakannya selain hanya aku.
“Ada apa, Taehyung-ah ?” aku menariknya duduk, setelah itu dia merebahkan punggungnya di lantai atap dan merebah seperti anak kecil.
“Kencan pertama kami !”
“Apa ?”
“Hahaha, aku tahu kau sangat terkejut.” Taehyung memulai ceritanya

Taehyung POV
Kami beremu di koridor loker ketika aku hendak berjalan keluar, Zian sedang memasang sepatunya dengan buru-buru, anmun terliaht sepasang sepatu itu enggan memasuki kakinya. “Boleh aku bantu ?” tawarku, sial ! Tuhan, jangan kau buat aku salah berkata lagi.
“Apa ? Ah-Taehyung-ssi ? bolehkah ?” setelah dia mengangkat wajah dan mendapati aku yang berdiri di hadapannya, dia kemabali mengudaarkan senyum.
“Tentu saja. Turunkan kakimu.” Aku menyuruhnya menurunkan kaki. Jujur saja, kedua taganku saat ini sedang gemetaran.
“Pelan-pelan saja.” Gumamku menenangkan diri sendiri.
“Apa ? haha, Taehyung-ssi, Taehyung-ssi, Taehyung-ssi, Taehyung,” akhirnya waktu berakhir dengan hanya mendenagrkan suaranya menanyikan namaku, bahkan aku membandingkan suaranya menyanyikan namaku dengan suara nyanyian Jimin, bedanya Jimin menyanyikan “Taehyung-ah” sedang Zian “Taehyung-ssi”
“Selesai”
“Gumawo, wah bagus sekali ikatan sepatu kamu, Taehyung.” Kedua mata Zian terlihat berbinar-bianr senang bahkan berlompat-lompat kecil.
“Karena nyanyian kamu begitu bagus, aku sampai lupa rasa gugupku.” Ucapanku yang  tiba-tiba membuat zian berhenti melompat, dai menatapku lama dan akhirnya menangis disana.
Aku hampir kena seranagn jantung karenanya. Wajahnya yang disembunyikan di balik telapak tangannya adalah hal terindah yang pernah kullihat. Selain jimin, seperti aku akan membunuh seseorang jika mereka berani merampas gadis ini dariku. Ya, mereka berdua.
“Lari yuk.” Aku menarik tangannya tanpa memerlukan persetujuannya lagi, kami meninggalkan ruangan loker dan berlari menuju taman samping kolam renang.
“Sudah ah, Aku lelah.” Zian melepas tangan kami dan membungkuk memegang lututnya semari menarik nafas mengumpulkan mereka karena telah pergi beberapa menit yang lalu.
Aku tertawa, Dia tertawa, Kami tertawa.
“Kamu tadi sedang sedih ?”
“Karena kamu .” Jawabannya dengan malu-malu, dia sedikit menunduk, membuat helaian rambutnya berhamburan menutupi wajahnya.
“Tunggu aku. Sebentar saja.” Dia menatapku heran, namun tetap membiarkan aku pergi.
“Ta-da !!!” aku memetik bunga di halaman taman dan memberikannya pada Zian. Gadis itu melonjak senang dan hampir saja memelukku, kami tertawa karena malu.
“Mau keluar ?” aku bertanya agar suasana tak jadi sepi lagi
“Kita sudah diluar.”
“Ah, benar juga. Maksudku, keluar seperti ke zona X, atau pameran, atau MOX bioskop, atau apapun yang penting”
Buru-buru dia memotong ucapanku. “Kencan ?” lalu dia menutup mulutnya karena merasa terkejut. Aku menelan ludah dengan susah payah. Kenapa gadis ini mengambil alih bagianku ?
“Besok jam 8 pas, aku tunggu di depan stasiun kereta Jkioek”
***
Namjoon Hyung menatap kami bergantian, wajahnya dipenuhi dengan kecemasan yang amat menyakiti kami. Begitupun dengan Yoongi Hyung, Hosoek Hyung, Seokjin Hyung, dan Jungkook, mereka duduk dalam diam namun mata mereka sudah cukup menggambarkan kegelisahan mereka. Disana aku hanya sebagai orang yang benar-benar tak pantas ada disana, berada dalam zona nyaman sementara membiarkan Taehyung seorang diri mendapatkan luka lama yang tidak pernah bisa ia sembuhkan. Akulah yang menyebabkan seua ini. Aku- YA ! KAMU JIMIN
“Mian, semua ini karena aku.” Meraka menatapku dengan kening berkerut, memang mereka sudah tau wanita itu tapi mereka belum tahu cerita lengkapnya, bagaimana Taehyung dan Zian bertemu, asal-muasal masalah, sampai puncak masalah, dan luka yang selamanya tidak akan terobati yang diderita Taehyung.
Dan aku memulai cerita masa lalu kami. Semuanya, tanpa ada yang ditutup-tutupi. Ya, memang seharusnya tidak.
***
Taehyung meletakkan sekotak bekal di meja belajarku, hari ini merupakan hari ke-5 selama kami menduduki kelas 11 dan Taehyung masih saja menghabiskan waktunya untuk bermain-main, terutama karena tengan dimabuk cinta. Ya, mereka sudah 2 tahun berpacaran dan aku rasa ini menghabiskan waktu yang dulu adalah milikku. Gadis itu, Zian, dia semakin menempel pada Taehyung selain karena sahabatku ini memiliki banyak penggemar perempuan, kebanyakan adalah kakak tingkat kami, karena sepertinya Zian memiliki masalah yang tidak dia bagi pada Taehyung, menurutku masalah itu menyangkut hubungan mereka. Dan itu benar, bahkan Taehyung sendiri belum menyadari hal itu.
“Zian memberikan ini untukmu Jimin-ssi. Kau tidak ikut kami ke cafe ?”
Taehyung menarik kursi di depanku dan mendudukinya, dia mengambil roti dari tanganku dan memakannya.
“Tidak, Taehyung-ah. Aku ada pertemuan keluarga, kebetulan nenekku pulang dari Indonesia dan aku harus menjemput di bandara. Kalian pergi saja, lain kali aku akan ikut.”
“Nenek ? wah, salam yaa, aku kangen sekali. Nanti aku pergi yaa, tolong bilang pada nenekmu untuk memasakkan ramen terbaiknya.”
Aku dan Taehyung larut dalam obrolan tentang nenekku, sampai ramen dan percakapan konyol lainnya. Kami benar-benar menghabisakan waktu yang terasa singkat.
***
“APA ?” mereka berteriak lantang dengan wajah menggambarkan kekagetan tak terkira. Aku hanya bisa menunduk, meyesali sesuatu yang besar baru saja aku ceritakan pada mereka, rahasia terbesar yang aku dan Taehyung miliki tentang seorang wanita.
“Astaga” Namjoon Hyung menahan ucapannya dengan jemari yang menutupi mulutnya. Jungkook sudah menangis, merasakan penderitaan Taehyung saat itu dan kesakitanku menjadi satu-satunya orang yang tahu masalah Tahyung bahkan nenek Taehyung sendiri tidak mangetahui ini.
“Kita harus menolongnya.” Seru Hoseok Hyung sambil berdiri menegaskan semuanya.
Aku menggeleng. “Tidak mungkin.”
“Ya Tuhan,” Yoongi Hyung terlihat putus asa kalau boleh jujur itu adalah wajah putus asa pertama yang aku lihat dari dirinya.
“Ta-tapi, Taehyung akan baik-baik saja kan?” mendengar perkataan Jungkook, membuat aku menunduk dalam gelisah yang ku sembunyikan. Sebenarnya aku juga takut harus menerima kenyataan masa lalu yang terulang kembali. Aku bahkan lebih takut sahabatku itu terluka lebih dalam lagi.
“Ya, dia akan baik-baik saja. Kita tahu bahwa Taehyung adalah orang yang kuat.” Ujar Seokjin Hyung sembari menjatuhkan telapaknya pada bahuku, menegaskan bahwa aku tidak perlu berlarut dalam penyesalan.
“Ya !”
“Siapapun yang nanti akan dihubungi Taehyung, tolong, agar memanggil yang lain karena kita semua butuh kabar dari dia.” Begitulah keputusan final kami. Kami berlalu dan masuk sedalam kamar masing-masing

TO BE CONTINUED

Kamis, 31 Januari 2019


Kristal Salju
(Part 2)

Senyum kecilmu terasa sakit karena suatu alasan
Bagaimana aku bisa lebih dekat ?
Mengapa aku tak bisa menemukan jawaban untuk perasaan ini ?
Bagaimana aku akan mencarinya ?
 Bagaimana ? biarkan aku tahu

Sosok misterius itu adalah Kristal Salju

Aku tidak bisa membiarkan kisahku tak terbalaskan
Meskipun aku bisa mengubah segalanya
Tentunya, aku bisa menjanjikanmu

Aku ingin menjaga janjiku sekali lagi
Sebelum itu berubah menjadi air mata
Kristal Salju yang semakin jauh dari jangkauanku
Yang semakin aku inginkan

Bahkan dalam 100 tahun
Selama aku melangkah bersamamu
Aku akan baik-baik saja
Bolehkah aku menjadi milikmu ?
Langit bersalju yang tak berbintang ini, suatu hari nanti 

Rabu, 02 Januari 2019

Moonchild



Part 1

Bahu kekar Taehyung seperti remuk dalam pelukanku, bahu itu bergetar diikuti tangisan tak tertahankan. Sedari sore tadi dia hanya menyembunyikan diri dalam kamarnya, dan tak ingin satu orang pun mengganggunya. Aku pulang dan mendapati sahabatku ini sedang menangis di dalam kamar mandi pribadiku, aku menyeretnya keluar dan langsung memeluknya agar menenangkannya.

Ternyata dia sudah menungguku sedari tadi, merasakan dingin ubin kamar ku dengan merebah seperti seekor keledai. Aku merasa khawatir karena apa yang menjadi perkara dalam kepalanya itu bisa membuatnya merapuh seperti kertas.

Dia terus menangis seperti air matanya bahkan belum habis sejak siang ketika pulang dari Sajeun park, taman bermain khusus untuk orang dewasa di daerah Haejin, bahkan di hari pertama taman bermain itu buka Taehyung telah memiliki kenangan buruk disana. Aku ragu bahwa besok dia akan bersemangat ketika kami memiliki pekerjaan di segala jenis taman.

"Jimin-ah, aku tidak peduli jika kau sudah mendengar ini dari yang lain tapi aku ingin memberitahu sekali lagi." Sambil terisak Taehyung terus berkata sambil menarik ingusnya, sebenarnya aku sudah tidak bisa membedakan ingin tertawa dan menangis, kadang sahabatku bisa sangat melankolis dan juga bisa berperilaku aneh dalam waktu yang sama. Itu membuatku sudah begitu nyaman.
"Ya, aku ingin mendengarkan lagi. Bicaralah."

Taehyung melepaskan diri dan meringkuk di ranjangku, menarik selimut dengan sembarangan dan menutupi sebagian wajahnya. Aku duduk disampingnya memperhatikan Taehyung sebaik mungkin agar tidak melewatkan apapun. Karena jika aku melewatkan maka aku akan kehilangan moment berharga bersama sahabat yang selalu terlihat ceria ini.

"Aku melihat mereka." Dia menahannya dengan sedikit terdengar isakan, lalu ia menarik nafas lagi. "Mereka terlihat bahagia. Aku bahkan melihat bocah perempuan sedang merengek dibelikan permen. Lalu mereka membawa bocah itu pergi menghampiri gerobak kembang gula, dan membelikan banyak sekali untuk bocah itu." Dia melanjutkan lagi kali ini sambil mengarahkan pandangannya kepadaku. Kedua matanya kembali dipenuhi air mata.

"Mereka memiliki kembali kebahagiaan mereka, dan aku ? aku hanya serpihan debu. Ya, Jimin-ah ?" dia terisak semakin menggila.
Aku hanya terdiam mengerti bahwa ini yang terbaik untuk dia saat ini. Dimana dia bisa lagi meluapkan semua kesedihan yang ia pendam sendiri selama ini ? Aku. Ya, hanya aku. Meski kenyataanya banyak banyak yang bisa ia ajak bicara tapi yang tahu pasti tentang Taehyung di masa lalu hanyalah aku.

Taehyung terdiam menarik nafas. Menutup wajahnya dengan bagian selimut lain yang masih terlihat kering akhirnya basah karena sekaan air matanya. Terdengar tawa serak dan teriakan kecil. Taehyung kembali membuka selimut yang menutupi wajahnya dan tersenyum padaku.

Melihat Taehyung yang begitu rapuh membuat aku kembali pada bayangan tentang masa lalu ketika kami berada di bangku SMA.

***

Gadis itu selesai menganyam rambutnya, dia terlihat sangat suka dengan kegiatannya sendiri. Sedang aku dan Taehyung mencoba mencuri pandangan padanya. Menyisakan waktu sedikit waktu agar Taehyung bisa melihat wajah gadis itu lebih lama.

Sudah sebulan ini setelah upacara penerimaan siswa baru, kami menempati kelas yang sama dan ikut serta memuja gadis yang sedang kami lihat. Sebenarnya hanya Taehyung saja, aku hanya menemani.
"Aku memberinya sekotak tisu basah waktu itu. Kamu tahu ? dia dipenuhi coklat akibat Sunbaenim yang jahil menumpahkan coklat padanya.Ya, aku tahu sih, untuk sekotak tisu basah tidak terlalu membantu tapi setidaknya itu pertolongan pertama yang paling baik."

Aku mengingat lagi ketika pertama di kagetkan oleh ucapan Taehyung kalau dia naksir berat sama cewek itu. Cewek yang bahkan tidak kami ketahui namanya.
"Taehyung-ah, sampai kapan kita seperti ini ? bagaimana kalau kamu membantu mengikat rambutnya ?" dengan paksa aku mendorong badannya, membuat Taehyung berteriak tertahan seperti di dalam perpustakaan ini hanya ada kami berdua.

Gadis itu mengangkat wajah. Menatap kami, mengerutkan dahi, lalu tertawa.
"Sedang apa Taehyung-ah, Jimin-ah ?" terdengar suara yang lembut memanggil namaku. Jujur saja aku hampir terkelabui karena suara yang lembut itu.
Aku mengirimkan kode kepada Taehyung agar menghampiri gadis itu., setidaknya kami tau siapa namanya.

"Kau tau nama kami?" aku mengambil inisatif menyapanya terlebih dahulu karena saat ini Taehyung sedang berdiri terpaku di tempat dengan posisi kaki sebelah terangkat dan kaki sebelah masih ada di lantai. Dia seperti terkena sihir hitam penyihir jahat.

"Tentu saja, kamu pernah gagal pentas karena tiba-tiba lupa teks. Kamu mendapat nilai 100 untuk seni, kamu juga menjadi peringkat pertama karena gambar yang sangat bagus, lalu kalian berdua juga sangat keren saat bernyanyi di kantin kemarin." Gadis itu berbicara panjang lebar dan membuatku kagum. Bagaimana kami seterkenal itu hingga dia tau segala yang buruk ?

"Taehyung-ah pernah memberiku tisu basah. Haha, kenangan buruk karena disiram seember coklat. Gila banget ! untung ada kamu Taehyung." Terdengar gelak tawa. Taehyung merespon, tubuhnya berputar dan akhirnya berlari ke arahku.

"Ayo kita pergi !" Taehyung menarik tanganku dan hendak menyeretku pergi namun terlihat tangan kecil milik gadis itu menahan ujung seragam Taehyung.
"Kenapa pergi ? ah, maaf ya, membicarakan keburukan kalian." Aku melepas tangan Taehyung namun aku mengabaikan itu semua dan kembali memfokuskan diri pada gadis itu.
"Tidak kok, kamu hanya menyebutkan kejelekanku, tidak untuk Taehyung tapi itu tidak masalah. Kenalkan aku Jimin, Park Jimin." Dia tertawa dan menyambut uluran tanganku.
"Xian Xu Lee, kalian bisa memanggilku Zian"

"Xian ? atau Zian ? atau Jian ?" aku mengulang kembali ejaan namanya yang benar agar kami tidak salah memanggilnya nanti jika berpapasan di kantin.

"Z-I-A-N. Zulu, India, Alfa, November." Taehyung tertawa. Aku dan Zian menatapnya heran, lalu kami menertawakan dia.

***

Ya, aku yang harus disalahkan disini, karena jika aku tidak mendorongnya dan dia tidak berteriak seperti hari itu, pasti mereka tidak akan pernah berkenalan, dan tidak akan pernah ada kisah penuh kesedihan seperti ini.
"Jimin-ssi ?" kudengar Taehyung memanggil.
"Kamu menangis ? kenapa ?" 
Apa aku ketahuan sedang menangis ? aku menghapus air mataku dan beranjak pergi dari dudukku. Merasakan panas pada kedua mataku.
"Taehyung, tolong, jangan terus bersedih seperti ini. Aku akan terus merasa bersalah. Kamu harus bangkit Taehyung, harus !"
Aku merasa gelisah mondar-mandir di dekat ranjang, begitu sampai akhirnya lelah dan memutuskan duduk melantai menyandarkan kepala pada kusen pintu.

Taehyung bangun dan menghampiriku.
"Gomapda, Jimin-ssi. Kau sahabat terbaik yang pernah aku miliki." Kami melakukan high five sebelum akhirnya dia berlalu di balik pintu kamarku
"Aku sudah membaik, jadi jangan terus menyalahkan dirimu. Dalam hal ini, hanya aku satu-satunya manusia yang harus disalahkan."
Itu kalimat terakhir Taehyung, setelah itu aku tidak lagi bertemu dengannya. Dia tidak muncul di dorm dan membuat kami bersembunyi di balik layar. Berlari dari kejaran wartawan yang menanyakan perihal menghilangnya Taehyung. Meski pihak kami telah mengatakan bahwa Taehyung sedang berlibur ke Bali dan tidak ingin diganggu privasinya. Namun para wartawan ini juga tidak puas. Mereka mendatangi studio kami, tidur di jalan menuju dorm dan bahkan mengganggu jam makan siang kami.

Dan yang benar-benar terjadi adalah TAEHYUNG MENEMUI ZIAN. Untuk beberapa alasan aku merasa sangat khawatir pada Taehyung. Ya, sangat !

TO BE CONTINUED

Rabu, 12 Desember 2018


Kristal Salju
(Part 1)

Ini seperti salju yang menumpuk
Yang memberiku sebuah keberanian untuk hidup
Selama ini kita saling melihat satu sama lain
Jadi sekarang bagaimana ?
Bisakah kita melakukannya ?

Kedalam cinta yang tidak pasti ini
Dunia berjalan lebih cepat dari yang kita pikirkan 
Bagaimana kita akan mengubahnya ?
Kita belum tau, tapi pasti
Cinta dalam hati kita

Perlahan itupun bergema
Aku ingin memanggilmu sekali lagi sebelum kau menghilang
Kristal yang terbang tinggi kemanapun dia pergi
Aku ingin merasakannya sedikit lagi

Karena aku tak menginginkan yang lain 
Bolehkah aku menyentuh hatimu ?
Aku ingin menyentuhnya walaupun jariku selalu tak bisa
Suatu hari nanti...

Selasa, 11 Desember 2018

Destiny



Pertemuan dan perpisahan itu datang begitu saja. Tanpa adanya rencana dan tanpa ada seseorang pun yang tau. Termasuk dengan kedua manusia yang berlawanan jenis ini.
Mereka dipertemukan dengan ketidaksengajaan yang dinamakan oleh keduanya sebagai takdir. Takdir yang sama sekali tidak bisa dihindari.

Hari itu awan hitam bergerumul mendung. Bahkan rintikan hujan sudah mulai turun ke bumi dengan cukup deras.

Gadis bernama Kim Hyerin beberapa kali mendesah. Hari sudah hampir malam tetapi ia masih terjebak di halte bus ini. Sendirian dan kedinginan. 

Sudah sejak tadi kedua tangannya memeluk dirinya sendiri. bibirnya sudah terlihat pucat. Rambutnya yang rapi juga mulai lepek karena rintikan hujan beberapa saat yang lalu ketika ia berlari ke halte bus ini. Ia mengutuk nasib sialnya hari ini yang dirasakan seperti tidak ada habisnya.

Ia terpaksa harus tinggal di sekolah lebih lama untuk menyelesaikan tugasnya yang harus dikumpulkan keesokan harinya. Sekarang ia harus menunggu bus yang belum tentu ada atau tidak, dengan cuaca  buruk seperti ini. Sialnya lagi ia sama sekali tidak membawa jas hujan ataupun payung. Disela kekhawatirannya, ia mendengar suara langkah kaki terburu-buru menuju halte. Dari ekor matanya ia mendapat seorang laki-laki yang duduk di sebelahnya. Laki-laki itu menyeka rintikan hujan yang menempel pada mantelnya dan setelah itu, Hyerin mengalihkan perhatiannya dari laki-laki di sampingnya.

"kau menunggu bus ?"

Hyerin mendengar laki-laki itu bertanya. Tetapi ia tidak tahu apakah pertanyaan itu ditujukan kepadanya atau bukan. Takutnya jika ia menjawab ternyata pertanyaan itu bukan untuknya, ia akan malu setengah mati. Jadi ia memilih diam.

"Hei," pundaknya merasakan ada sebuah tangan yang mendarat. "Aku bertanya kepadamu."
"Oh, eh aku ?" Hyerin menunjuk dirinya sendiri. Laki-laki di sampingnya ini tertawa. Hyerin mengerutkan keningnya tidak suka, "Apakah ini lucu ?"
"Tentu saja !" katanya masih tertawa. "Kau sangat lucu saat merespon pertanyaanku."
"Jangan tertawa ! aku bukan pelawak !" pekik Hyerin kemudian. Ia membatin betapa tidak sopannya laki-laki yang ada di sampingnya ini. Menertawakan seseorang yang bahkan dirinya tidak dikenalnya.

Perlahan laki-laki itu menghentikan tawanya lalu tersenyum penuh arti kepada Hyerin.
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud." katanya
Hyerin mengangguk-anggukan kepalanya dan kembali mengalihkan perhatiannya selain kepada laki-laki di sampingnya.
Laki-laki itu tersenyum beberapa saat lalu dengan cepat ia melepaskan mantelnya, "Ini."
Hyerin menoleh, "Apa ini ?"
"Mantel. Pakailah, aku tidak yakin hujan ini akan berhenti dalam waktu dekat. Aku juga tidak yakin akan ada bus yang lewat di jalan yang lenggang seperti ini."
Hyerin menggigit bibir bawahnya. Ternyata laki-laki ini cukup baik dan cukup sadar dengan keadaan seperti ini.
"Ambillah." Laki-laki itu masih bertahan dengan menyodorkan tangannya yang memegang mantel.
"Aku...,"
"Ambillah. Aku sama sekali tidak menerima penolakan !" ada nada ketegasan yang terdengar dari mulut laki-laki itu.
Hyerin menerima mantel itu dengan ragu. Ia melihat wajah laki-laki di depannya yang tersenyum meyakinkan.
"Bagaimana dengan kau ?" tanya Hyerin, tersirat rasa khawatir dan tidak enak dari pertanyaannya.
"Tenang saja, kau jangan mengkhawatirkan aku." kata lelaki itu kembali meyakinkan. "Pergilah dan hati-hati."
Hyerin tersenyum membalas senyuman laki-laki asing yang baik padanya ini.
"Terima kasih. Aku harap kita bisa bertemu lagi untuk mengembalikan mantelmu."
"Aku juga berharap kita bisa berjumpa lagi. Sekarang pergilah sebelum ada badai."
Hyerin mengangguk dan mulai memakai mantel laki-laki itu yang kebesaran di tubuhnya. Mantel itu tahan air dan cukup hangat.
Ketika Hyerin sudah berjalan, lelaki itu memanggilnya. Hyerin menoleh.
"Namamu siapa ?" teriak laki-laki itu
"Hyerin, Kim Hyerin. Dan kau ?" Hyerin tak kalah keras saat berteriak.
"Aku Jeon Jungkook. Senang berkenalan denganmu dan sampai jumpa." Laki-laki itu kembali memamerkan senyum menawannya dan melambaikan tangan riang kepada Hyerin.
Hyerin tersenyum dan balas melambai singkat lalu kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti.

Keesokan harinya ketika gadis itu baru saja turun dari bus di halte, ia melihat laki-laki yang menolongnya itu sedang bersandar di tiang halte. Tanpa sadar Hyerin tersenyum. Laki-laki itu, Jungkook, menegakkan tubuhnya ketika sadar gadis yang ditunggunya sudah datang. Senyumnya mengembang, ia pun menghampiri Hyerin.
"Selamat pagi !" sapa Jungkook kelewat ceria.
Hyerin mengangguk dan membalas sapaan pagi Jungkook. Senyumnya masih bertahan di bibirnya sejak tadi.
"Oh, ini mantelmu." Hyerin memberikan paper bag kepada Jungkook
Tetapi Jungkook malah mendorong paper bag tersebut dan berkata, "Untukmu saja. Anggap sebagai kenang-kenangan dariku."
"Kenapa ?" Hyerin tentu saja mengerutkan dahinya. Perkataan Jungkook tersirat kesedihan yang luar biasa biasa meskipun laki-laki itu menyembunyikannya dengan senyuman.
"Tidak apa-apa. Um, mau menemaniku membolos ?"
"Eh ?"
Terlambat. Sebelum ia memberikan protes, tangannya sudah ditarik oleh Jungkook. Membawanya untuk menaiki bus lagi.

Keduanya duduk bersebelahan. Jungkook memperhatikan Hyerin yang masih kebingungan. Sadar akan tatapan Jungkook kepadanya, ia menunduk. Ia sangat salah tingkah. Selama ini ia tidak pernah ditatap seperti ini, tatapan yang penuh makna salah satunya kekaguman, mungkin.
Jungkook membawanya ke danau yang sangat indah. Ia terkagum-kagum, ia tidak tahu bahwa ada danau sebagus ini di kota tempat ia tinggal.

"Kau terlihat baru pertama kalinya ke sini." Jungkook terkekeh
"Memang." Balas Hyerin yang masih terkagum-kagum
Jungkook menghentikan kekehannya dan memekik, "Sungguh ?"
"Ya, aku tidak bohong dan terima kasih untukmu karena telah membawaku kesini."
Jungkook mengangguk, "Ku harap kau tidak bosan untuk datang ke sini."
"Tentu saja." kata Hyerin bersemangat
"Ayo berkeliling, aku akan menunjukkan hal-hal indah kepadamu."

Lalu keduanya berjalan beriringan untuk melihat keindahan danau dan sekitarnya. Mereka juga tidak melewatkan untuk berperahu ke danau ataupun bermain permainan air yang memang disediakan.

Tawa keduanya mengiringi kebersamaan mereka. Mungkin orang-orang beranggapan mereka adalah teman yang sudah berteman lam atau mungkin mereka dianggap sebagai pasangan kekasih namun kenyataannya adalah mereka yang sama-sama orang asing dipertemukan dengan ketidaksengajaan.

Setelah puas bermain dan berjalan, mereka memutuskan beristirahat di sebuah cafe yang masih berada di area tersebut.
Mereka duduk berhadapan dan saling memperhatikan. Ada beribu makna dalam tatapan mereka. Ada kebahagiaan juga yang secara tidak langsung mereka sampaikan kepada satu sama lain.

"Terima kasih sudah membawaku pada keindahan ini." Hyerin memecah keheningan.

Jungkook mengangguk dan tersenyum. Kedua tangannya menarik kedua tangan Hyerin yang berada di atas meja lalu mengelusnya. Hyerin tentu saja terkejut. Jantungnya bahkan tiba-tiba saja berpacu sangat cepat.

"Terima kasih juga karena sudah menjadi temanku. Aku sangat senang berkenalan denganmu." kata Jungkook

Hyerin bingung dengan maksud laki-laki yang menyentuh tangannya ini namun ia menutupinya dengan senyuman dan mengangguk.

Setelah hari itu keduannya semakin dekat. Jungkook akan menunggu kepulangan Hyerin di halte tempat pertemuan pertama mereka dan Jungkook akan langsung membawanya ke tempat-tempat yang menakjubkan.

Keduanya semakin mengenal satu sama lain dengan mendalam. Tanpa sadar keduanya telah menumbuhkan bibit cinta di masing-masing hati mereka.

Namun, ada hari dimana Hyerin sama sekali tidak menemukan Jungkook yang bersandar di tiang halte dan tersenyum ketika melihat dirinya menghampiri laki-laki itu. Tentu saja ia kecewa. Sebelumnya, setiap hari Jungkook memang akan menunggu kepulangannya.

Itu juga berlaku untuk hari-hari berikutnya. Ia sama sekali tidak bisa tidak bisa menemukan batang hidungnya yang seolah hilang ditelan bumi. Ia berusaha menyingkirkan spekulasi negatif dari pikirannya dan menanamkan hal-hal positif tentang kenapa Jungkook tidak datang.

Hingga tiba dimana ia dikejutkan oleh dua orang lelaki berjas dan satu orang wanita yang sudah menunggunya di halte. Setelah menanyakan namanya, wanita paruh baya itu tiba-tiba memeluknya dan terisak. Hyerin tidak bisa berkata apa-apa. Ia masih terkejut karena kedatangan ketiga orang yang tiba-tiba datang.

Wanita itu melepaskan pelukannya dan menyeka tangisnya lalu tersenyum.
"Aku ibu Jungkook dan kedua laki-laki ini adalah ayah dan kakak Jungkook."

Oh, keluarga Jungkook. Ada apa mereka bertemu dengannya lalu dimana Jungkook ?
"Ada hal yang harus kita bicarakan. Maukah kau ikut dengan kami ?" kata laki-laki yang ia yakini adalah ayah Jungkook.

Hal yang harus kita bicarakan ? Apa hubungannya dengan Jungkook ? tiba-tiba saja perasaannya tidak enak. Ia berharap tidak terjadi apa-apa dengan Jungkook. Akhirnya ia mengangguk menyanggupi permintaan ayah Jungkook.

Keluarganya membawa ke pemakaman umum. Ia mengerutkan dahinya bigung dan perasaannya semakin tidak enak saja. Jantungnya semakin berpacu cepat.

Lalu ia sampai pada sebuah nisa yang terlihat masih baru. Yang membuatnya terkejut adalah nama yang tertera di nisan tersebut.

Air matanya bergerumul di sudut matanya, siap tumpah kapan saja. Ia menahannya dan menoleh kepada keluarga Jungkook.

"A..ap..pakah ini Jungkook ?" katanya terputus-putus dengan suara bergetar. Ayah Jungkook mengangguk sementara ibu Jungkook sudah kembali terisak di pelukan kakak Jungkook.

Ia sendiri merasakan tohokan yang sangat keras di relung hatinya. Air matanya sudah tidak tertahan lagi. Ia menangis dalam diam.

Hyerin bersimpuh dan menyentuh nisan itu. Beberapa kali ia menggumamkan nama Jungkook. Ia juga memeluk nisannya. Disela tangisnya, berputar kembali kenangannya bersama Jungkook. Jadi ini alasannya Jungkook tidak menemuinya kembali dan ini pula alasannya Jungkook memberi mantelnya kepada dirinya dan berkata sebagai kenang-kenangan karena lelaki itu tahu bahwa umurnya tidak akan lama.

Hyerin merutuki dirinya sendiri, jika dia tahu bahwa Jungkook akan meninggalkannya jauh seperti ini, ia akan mengatakan perasaannya kepada laki-laki itu dan menemani sisa-sisa hidupnya.

Beberapa saat kemudian Ibu Jungkook menghampiri dirinya dan memeluk lagi. Hyerin membalas pelukan itu dan berusaha saling menguatkan.

Ibu Jungkook melepaskan pelukannya, ia tersenyum disela tangisnya. Jemarinya mengusap air mata di wajah Hyerin.
"Kau cantik, pantas Jungkook menyukaimu."

Sebuah fakta yang membuat Hyerin terkejut. Ternyata Jungkook menyukainya dan ini semakin membuat dirinya menyesal.

Tiba-tiba tangannya  diraih ibu Jungkook yang memberikan sebuah amplop berwarna ungu kepadanya.
"Ini surat dari Jungkook. Ini satu-satunya hal yang bisa ia lakukan ketika ia berbaring di rumah sakit dan menitipkan kepadaku agar memberikannya kepadamu."
"Jungkook sakit ?" tanya Hyerin  dengan bergetar
"Ya, Kanker darah stadium akhir," kata ibu Jungkook. "Beberapa hari sebelum mengenalmu, Jungkook sudah putus asa untuk hidup. Ia bahkan kabur dari kemoterapinya di hari ia bertemu denganmu. Aku bersyukur karena setelah bertemu denganmu, ia menjadi ceria dan mempunyai semangat hidup. Ia berkata bahwa kau adalah teman sekaligus cinta pertamanya."

Hati Hyerin tentu saja sakit mengetahui kenyataan tentang Jungkook. Laki-laki itu menyembunyikan kesedihan dan kesakitannya di balik ingkah cerianya.

Dipeluknya surat dari Jungkook. Ini adalah kenangan yang Jungkook tinggalkan selain mantel dan momen indah bersama lelaki itu. Ia akan menyimpan perasaan cintanya kepada Jungkook di ruang hatinya dan akan selalu tersimpan dan terkenang. Ia berjanji kepada dirinya sendiri.

The End