Senin, 02 September 2019




Moonchild (Part 3)
Malam setelah kejadian di keroyok

Desember 2012
Untung saja sudah tengah malam, kalau aku ketahuan memasuki apartemen elit dengan keadaan babak belur begini aku sudah pasti dikirim ke kantor polisi. Beruntung sekali Jimin memiliki tempat tinggal ini, karena ini adalah impianku juga.
Aku memiliki kunci kamar Jimin karena sejak awal kami selalu bertukar barang-barang, dia juga memiliki kunci lemari pakaianku, aku membawa bagian lain dari keyboardnya, aku membawa huruf J dan juga melepas huruf T, kami seperti saudara kembar ya ? dan hal-hal kecil lainnya yang menjadi bumbu pelengkap persahabatan kami.
Lampu mati, aku juga tidak berusaha untuk menyalakan.

Aku jatuh di ubin dingin depan pintu masuk, karena kepala yang terasa sakit, sebaiknya aku memejamkan mata beberapa menit saja. Maaf Jimin-ah, aku harus menyusahkan kamu lagi.

***
3.40 AM
Ada Polisi. sial !!!
Aku memperlambat laju mobil dengan kecemasan yang kian menambah. Bagaimana kalau Taehyung tidak menunggu ku ? bagaimana kalau dia- dia terjun atau sesuatu yang lebih menyeramkan dari itu, la-lalu bagai-mana kalau di-dia terl-uka lagi ?
Bagaimana ini ? Polisi sialan !
Sebentar, kenapa GPS tidak berjalan otomatis ? apa tempat tujuanku baru saja dibuka makanya tidak masuk ke dalam peta ini ?
Ah, suara hostnya berputar lagi. Mungkin karena kesalahan sistem suaranya jadi hilang. Wanita irtu mulai membacakan guide lagi, dan aku menemukan dimana letak tempat yang dimaksud Taehyung. Taehyung-ah, tunggu aku. Tolong jangan memutuskan hal gila sendirian. Tunggu, sahabatmu ini.

***
 
Nenek memberikan segelas jamu yang ia bawa dari Indonesia, aku mencoba meminumnya dengan melupakan bau dari jamu ini. Nenek bercerita banyak tentang perjalanannya, dia bahkan membawakan kain khas Indonesia, aku dipaksa memakai kain itu dan melepas baju dengan dada kosong aku memamerkan betapa cocok nya aku memakai kain ini.
"Hyung, ada telpon untukmu". Jae berteriak dari ruang tamu sembari memainkan gagang telpon padaku, aku meminta izin pada nenek untuk menerima telpon.
"Jimin disini" belum lagi aku menyelesaikan pertanyaan ku, suara seseorang wanita menghalau lebih dulu.
"Jimin-ah, kau tahu dimana Taehyung ? aku sudah mencari di rumahnya tapi nenek bilang dia tidak di sana, dan aku merasa khawatir karena dia belum juga menghubungi ku". Terdengar isak tangis di ujung sana, wanita itu sepertinya sudah bergetar karena tangisan.
"ada apa Zian ? apa yang terjadi ?"
Namun Zian hanya terdiam
"Zian katakan padaku, ada apa ?"
"Nanti akan aku ceritakan, ceritanya panjang dan saat ini aku belum fokus pada siapa pun dan apa pun, aku hanya ingin mengetahui di mana Taehyung". Lagi-lagi dia menangis dengan isakan pilu yang membuatku ingin berlari pada Taehyung dan meminta penjelasan.
"mungkin saja dia ada di apartemen ku. kamu ingat kan, aku pernah mengajak kamu makan disana ? pergilah ke alamat itu, dia pasti di sana". 
"ya-ya terima kasih Jimin".
"Zian-ssi, tolong jaga Taehyung . Tolong beri dia makan sebelum aku kembali ke rumah, kamu tau kan, kadang dia begitu rapuh ?" aku kembali dengan mengingatkan Zian betapa Taehyung kami memiliki sisi gelap yang hanya diketahui oleh kami.
"ya, aku akan menjaganya. Kamu cepatlah selesaikan acaramu. Datang, dan aku akan menceritakan semuanya padamu. Sudah ya, aku harus segera pergi".
"Hati-hati Zian".
Aku meletakkan gagang telpon dengan lemas, bertanya pada diri sendiri bahwa yang sedang terjadi pada mereka ? apa mereka putus ? tidak, aku rasa mereka tidak akan bisa putus.
"Taehyung kenapa kak ?" Jae muncul di belakang ku dan bertanya dengan cara yang cool, aku hanya menggeleng meyakinkan diriku sendiri bahwa Taehyung baik-baik saja. Ya, sahabatku itu pasti bisa mengatasi masalah yang ia miliki.

***
08.00 PM, Pulau Jeju
"Wah , lihat siapa yang berdiri di sana ?" suara berat itu mengudara dengan sangat lantang, beberapa pria bertato yang berdiri di samping lelaki itu terlihat menyeringai.
"Ya, sepertinya kalian sudah tau aku akan datang. Bagaimana kabarmu kak ?" aku mencoba ramah dan melupakan apa yang pernah dia lakukan padaku sebelumnya meskipun itu sangat sulit, karena sakit yang dulu tercetak masih saja terasa.
"Jangan biarkan Zian keluar". Kakak lelaki Zian berbicara pada beberapa pengawal mereka menggunakan bahasa Mandarin. Dia akan berfikir bahwa aku mungkin belum mengerti bahasa mereka, namun 4 tahun bukanlah waktu yang sangat cepat bagiku untuk belajar bahasa mandarin dan aku tidak mau itu sia-sia belaka.
"Kenapa kau tersenyum ?" Xiumin bertanya lagi, berdiri dari tempat duduknya dan berjalan kecil ke arahku.
"Jangan berfikir bahwa karena kamu publik figur aku jadi segan untuk melukai wajahmu itu. Meskipun kalau boleh jujur, wajahmu ini lebih baik wajah yang dulu. Aku bisa menyaksikan wajahmu dulu yang ku habisi dengan tanganku. Ah, betapa malangnya kau Taehyung". Dia dengan menyeringai berdiri di hadapanku, tapi karena tinggiku melebihi dia, membuat dia terlihat begitu kecil meski badannya terlihat sangat kekar.
"Ah kau bertambah tinggi. Siapa sangka kau akan datang kesini, Zian pasti akan senang melihatmu. Tapi, hey, dia sudah menikah dengan Choi Sinwoo, dan mereka sudah memiliki satu putri cantik. Ya sekedar informasi untukmu". Xiumin tertawa sambari berjalan meninggalkan ku, ia kembali duduk di bangkunya.
Choi Sinwoo ? ah, anak kepala pengedar narkoba ? aku tahu nama-nama gelap itu, mereka bahkan lebih terkenal dikalangan selebritis dibandingkan kalangan pengusaha karena selebritas membutuhkan obat namun berbeda denganku, aku mengetahui Sinwoo karena dia laki-laki yang dijodohkan Xiumin dengan Zian.
"Apa dia melanjutkan usaha ayahnya ? aku dengar ayahnya meninggal 2 tahun yang lalu. Apa itu bukan karena kamu ?"
Xiumin membanting gelas ke lantai dan berdiri dengan marah, dia menatapku seakan aku adalah keledai malang yang siap disantapnya.
"Diam kau ! jangan berani-berani di daerah kekuasaanku". Aku tertawa mendengarnya. Jimin-ssi, seandainya kamu disini, kita akan menertawakan ekspresi bodoh lelaki sok jagoan ini.
"Ini boleh daerah kekuasaanmu, tapi kalau aku mengunggah sesuatu di Internet maka kau akan tamat".
Xiumin terdiam, kemudian tertawa lagi. "Jangan bodoh, Taehyung. Kalau melakukan itu maka masa lalu mu akan diketahui semua orang, kau tidak memilki penggemar lagi, tidak akan ada yang ingin mendukung dan melindungimu karena merasa dibodohi".
Aku menggeleng keras. Kataku "Tidak, mereka tidak seperti kau Xiumin. Penggemarku bahkan lebih setia dari siapapun, sahabat-sahabatku bahkan lebih baik darimu. Kau tidak perlu takut aku diasingkan, kau terlalu baik untuk melakukan itu". Perkataanku membuat Xiumin kaget dan menyadari kesalahannya, dia lalu berbisik pada seorang pria dan orang itu masuk ke dalam rumah. Aku tidak bisa menjelaskan dengan baik bagaimana rumah ini tapi seperti inilah cara aku menjelaskannya.
Ruangan ini sunyi, hanya diisi oleh ketukan sepatu yang makin nyaring seperti bergerak ke arah tempat kami berdebat. Kain pintu besar berwarna merah dihadapan kami terangkat dan menampilkan tubuh ramping Zian dibalut baju serba hitam dan kakinya memakai sepasang Heels berwaarna senada, rambutnya dikuncir kuda dan wajahnya sedikit dipolesi bedak tipis, bibirnya sedikit mengkilap mungkin karena dia memakai lipgloss.
Kami sama-sama kaget dengan keberadaan masing-masing. Zian bahkan sedang gemetaran, kakinya tidak mampu lagi menahan tubuhnya, dia tersungkur di lantai dan buru-buru seorang pengawal ingin membantunya berdiri namun ia tolak.
 "Kenapa Zian ? kamu masih mencintai Taehyung ? bahkan setelah kamu menikah dan memiliki anak ?" betapa jahatnya Xiumin, menjebak adik dan memaksanya menikah, sekarang dia melempar kata-kata yang pedas pada adiknya sendiri ?
Aku bergerak cepat ke arah Xiumin dan langsung melayangkan sebuah tinju tepat pada hidungnya sebelum mereka menyadari bahwa aku tengah bergerak. Lelaki itu terjatuh menimpa kursi duduknya sendiri, sedang dua pengawal berebutan menarik tanganku agar aku mundur.
"Wah, sudah jago kamu, Taehyung".

TO BE CONTINUED