Senin, 02 September 2019




Moonchild (Part 3)
Malam setelah kejadian di keroyok

Desember 2012
Untung saja sudah tengah malam, kalau aku ketahuan memasuki apartemen elit dengan keadaan babak belur begini aku sudah pasti dikirim ke kantor polisi. Beruntung sekali Jimin memiliki tempat tinggal ini, karena ini adalah impianku juga.
Aku memiliki kunci kamar Jimin karena sejak awal kami selalu bertukar barang-barang, dia juga memiliki kunci lemari pakaianku, aku membawa bagian lain dari keyboardnya, aku membawa huruf J dan juga melepas huruf T, kami seperti saudara kembar ya ? dan hal-hal kecil lainnya yang menjadi bumbu pelengkap persahabatan kami.
Lampu mati, aku juga tidak berusaha untuk menyalakan.

Aku jatuh di ubin dingin depan pintu masuk, karena kepala yang terasa sakit, sebaiknya aku memejamkan mata beberapa menit saja. Maaf Jimin-ah, aku harus menyusahkan kamu lagi.

***
3.40 AM
Ada Polisi. sial !!!
Aku memperlambat laju mobil dengan kecemasan yang kian menambah. Bagaimana kalau Taehyung tidak menunggu ku ? bagaimana kalau dia- dia terjun atau sesuatu yang lebih menyeramkan dari itu, la-lalu bagai-mana kalau di-dia terl-uka lagi ?
Bagaimana ini ? Polisi sialan !
Sebentar, kenapa GPS tidak berjalan otomatis ? apa tempat tujuanku baru saja dibuka makanya tidak masuk ke dalam peta ini ?
Ah, suara hostnya berputar lagi. Mungkin karena kesalahan sistem suaranya jadi hilang. Wanita irtu mulai membacakan guide lagi, dan aku menemukan dimana letak tempat yang dimaksud Taehyung. Taehyung-ah, tunggu aku. Tolong jangan memutuskan hal gila sendirian. Tunggu, sahabatmu ini.

***
 
Nenek memberikan segelas jamu yang ia bawa dari Indonesia, aku mencoba meminumnya dengan melupakan bau dari jamu ini. Nenek bercerita banyak tentang perjalanannya, dia bahkan membawakan kain khas Indonesia, aku dipaksa memakai kain itu dan melepas baju dengan dada kosong aku memamerkan betapa cocok nya aku memakai kain ini.
"Hyung, ada telpon untukmu". Jae berteriak dari ruang tamu sembari memainkan gagang telpon padaku, aku meminta izin pada nenek untuk menerima telpon.
"Jimin disini" belum lagi aku menyelesaikan pertanyaan ku, suara seseorang wanita menghalau lebih dulu.
"Jimin-ah, kau tahu dimana Taehyung ? aku sudah mencari di rumahnya tapi nenek bilang dia tidak di sana, dan aku merasa khawatir karena dia belum juga menghubungi ku". Terdengar isak tangis di ujung sana, wanita itu sepertinya sudah bergetar karena tangisan.
"ada apa Zian ? apa yang terjadi ?"
Namun Zian hanya terdiam
"Zian katakan padaku, ada apa ?"
"Nanti akan aku ceritakan, ceritanya panjang dan saat ini aku belum fokus pada siapa pun dan apa pun, aku hanya ingin mengetahui di mana Taehyung". Lagi-lagi dia menangis dengan isakan pilu yang membuatku ingin berlari pada Taehyung dan meminta penjelasan.
"mungkin saja dia ada di apartemen ku. kamu ingat kan, aku pernah mengajak kamu makan disana ? pergilah ke alamat itu, dia pasti di sana". 
"ya-ya terima kasih Jimin".
"Zian-ssi, tolong jaga Taehyung . Tolong beri dia makan sebelum aku kembali ke rumah, kamu tau kan, kadang dia begitu rapuh ?" aku kembali dengan mengingatkan Zian betapa Taehyung kami memiliki sisi gelap yang hanya diketahui oleh kami.
"ya, aku akan menjaganya. Kamu cepatlah selesaikan acaramu. Datang, dan aku akan menceritakan semuanya padamu. Sudah ya, aku harus segera pergi".
"Hati-hati Zian".
Aku meletakkan gagang telpon dengan lemas, bertanya pada diri sendiri bahwa yang sedang terjadi pada mereka ? apa mereka putus ? tidak, aku rasa mereka tidak akan bisa putus.
"Taehyung kenapa kak ?" Jae muncul di belakang ku dan bertanya dengan cara yang cool, aku hanya menggeleng meyakinkan diriku sendiri bahwa Taehyung baik-baik saja. Ya, sahabatku itu pasti bisa mengatasi masalah yang ia miliki.

***
08.00 PM, Pulau Jeju
"Wah , lihat siapa yang berdiri di sana ?" suara berat itu mengudara dengan sangat lantang, beberapa pria bertato yang berdiri di samping lelaki itu terlihat menyeringai.
"Ya, sepertinya kalian sudah tau aku akan datang. Bagaimana kabarmu kak ?" aku mencoba ramah dan melupakan apa yang pernah dia lakukan padaku sebelumnya meskipun itu sangat sulit, karena sakit yang dulu tercetak masih saja terasa.
"Jangan biarkan Zian keluar". Kakak lelaki Zian berbicara pada beberapa pengawal mereka menggunakan bahasa Mandarin. Dia akan berfikir bahwa aku mungkin belum mengerti bahasa mereka, namun 4 tahun bukanlah waktu yang sangat cepat bagiku untuk belajar bahasa mandarin dan aku tidak mau itu sia-sia belaka.
"Kenapa kau tersenyum ?" Xiumin bertanya lagi, berdiri dari tempat duduknya dan berjalan kecil ke arahku.
"Jangan berfikir bahwa karena kamu publik figur aku jadi segan untuk melukai wajahmu itu. Meskipun kalau boleh jujur, wajahmu ini lebih baik wajah yang dulu. Aku bisa menyaksikan wajahmu dulu yang ku habisi dengan tanganku. Ah, betapa malangnya kau Taehyung". Dia dengan menyeringai berdiri di hadapanku, tapi karena tinggiku melebihi dia, membuat dia terlihat begitu kecil meski badannya terlihat sangat kekar.
"Ah kau bertambah tinggi. Siapa sangka kau akan datang kesini, Zian pasti akan senang melihatmu. Tapi, hey, dia sudah menikah dengan Choi Sinwoo, dan mereka sudah memiliki satu putri cantik. Ya sekedar informasi untukmu". Xiumin tertawa sambari berjalan meninggalkan ku, ia kembali duduk di bangkunya.
Choi Sinwoo ? ah, anak kepala pengedar narkoba ? aku tahu nama-nama gelap itu, mereka bahkan lebih terkenal dikalangan selebritis dibandingkan kalangan pengusaha karena selebritas membutuhkan obat namun berbeda denganku, aku mengetahui Sinwoo karena dia laki-laki yang dijodohkan Xiumin dengan Zian.
"Apa dia melanjutkan usaha ayahnya ? aku dengar ayahnya meninggal 2 tahun yang lalu. Apa itu bukan karena kamu ?"
Xiumin membanting gelas ke lantai dan berdiri dengan marah, dia menatapku seakan aku adalah keledai malang yang siap disantapnya.
"Diam kau ! jangan berani-berani di daerah kekuasaanku". Aku tertawa mendengarnya. Jimin-ssi, seandainya kamu disini, kita akan menertawakan ekspresi bodoh lelaki sok jagoan ini.
"Ini boleh daerah kekuasaanmu, tapi kalau aku mengunggah sesuatu di Internet maka kau akan tamat".
Xiumin terdiam, kemudian tertawa lagi. "Jangan bodoh, Taehyung. Kalau melakukan itu maka masa lalu mu akan diketahui semua orang, kau tidak memilki penggemar lagi, tidak akan ada yang ingin mendukung dan melindungimu karena merasa dibodohi".
Aku menggeleng keras. Kataku "Tidak, mereka tidak seperti kau Xiumin. Penggemarku bahkan lebih setia dari siapapun, sahabat-sahabatku bahkan lebih baik darimu. Kau tidak perlu takut aku diasingkan, kau terlalu baik untuk melakukan itu". Perkataanku membuat Xiumin kaget dan menyadari kesalahannya, dia lalu berbisik pada seorang pria dan orang itu masuk ke dalam rumah. Aku tidak bisa menjelaskan dengan baik bagaimana rumah ini tapi seperti inilah cara aku menjelaskannya.
Ruangan ini sunyi, hanya diisi oleh ketukan sepatu yang makin nyaring seperti bergerak ke arah tempat kami berdebat. Kain pintu besar berwarna merah dihadapan kami terangkat dan menampilkan tubuh ramping Zian dibalut baju serba hitam dan kakinya memakai sepasang Heels berwaarna senada, rambutnya dikuncir kuda dan wajahnya sedikit dipolesi bedak tipis, bibirnya sedikit mengkilap mungkin karena dia memakai lipgloss.
Kami sama-sama kaget dengan keberadaan masing-masing. Zian bahkan sedang gemetaran, kakinya tidak mampu lagi menahan tubuhnya, dia tersungkur di lantai dan buru-buru seorang pengawal ingin membantunya berdiri namun ia tolak.
 "Kenapa Zian ? kamu masih mencintai Taehyung ? bahkan setelah kamu menikah dan memiliki anak ?" betapa jahatnya Xiumin, menjebak adik dan memaksanya menikah, sekarang dia melempar kata-kata yang pedas pada adiknya sendiri ?
Aku bergerak cepat ke arah Xiumin dan langsung melayangkan sebuah tinju tepat pada hidungnya sebelum mereka menyadari bahwa aku tengah bergerak. Lelaki itu terjatuh menimpa kursi duduknya sendiri, sedang dua pengawal berebutan menarik tanganku agar aku mundur.
"Wah, sudah jago kamu, Taehyung".

TO BE CONTINUED

Senin, 11 Maret 2019


Kebenaran yang Tak Terumgkap

Penuh kesepian, taman ini mekar
Penuh duri, aku menggantung diri di istana pasir ini
Siapa namamu ? apa kau punya tempat untuk pergi ?
Bisakah kau memberitahuku ? aku melihatmu bersembunyi di taman ini
Dan aku tahu semua kehangatanmu adalah benar
Aku ingin memegang tanganmu, memetik bunga biru
Itu takdirku, jangan tersenyum padaku, terangi aku
Karena aku tak bisa datang padamu
Tidak ada nama yang bisa kau hubungi aku
Kau tahu aku tak bisa, menunjukkan kepadamu, memberikannya padamu
Aku tak bisa menunjukkan bagian diriku yang letih
Aku menggunakan topeng lagi dan pergi menemuimu
Tapi aku masih menginginkan dirimu
Mekar di taman kesepian, sebuah bunga yang menyerupaimu
Aku ingin memberikannya padamu, setelah aku melepas topeng bodoh ini
Tapi aku tahu, aku tak pernah bisa melakukan itu
Aku harus bersembunyi karena aku jelek
Aku takut, aku letih, aku sangat takut
Kalau kau akan meninggalkan ku lagi pada akhirnya
Aku mengenakan topeng lagi dan pergi menemuimu
Apa yang bisa aku lakukan di taman ini, di dunia ini
Aku makar, menjadi bunga cantik yang mirip denganmu
Dan bernafaslah seperti yang kau tahu
Tapi aku masih menginginkanmu
Mungkin saat itu sedikit saja
Jika aku punya keberanian untuk berdiri di hadapanmu
Apakah semuanya akan berbeda sekarang ?
Aku menangis mendengar ini, lenyap, jatuh
Kastil pasir yang ditinggal sendirian
Melihat topeng yang rusak
Tapi aku masih menginginkanmu



Moonchild (part 2)
“Yes !!!” Taehyung berteriak histeris, untungnya kami berada di atap sekolah jadi tidak ada yang mendengar teriakannya selain hanya aku.
“Ada apa, Taehyung-ah ?” aku menariknya duduk, setelah itu dia merebahkan punggungnya di lantai atap dan merebah seperti anak kecil.
“Kencan pertama kami !”
“Apa ?”
“Hahaha, aku tahu kau sangat terkejut.” Taehyung memulai ceritanya

Taehyung POV
Kami beremu di koridor loker ketika aku hendak berjalan keluar, Zian sedang memasang sepatunya dengan buru-buru, anmun terliaht sepasang sepatu itu enggan memasuki kakinya. “Boleh aku bantu ?” tawarku, sial ! Tuhan, jangan kau buat aku salah berkata lagi.
“Apa ? Ah-Taehyung-ssi ? bolehkah ?” setelah dia mengangkat wajah dan mendapati aku yang berdiri di hadapannya, dia kemabali mengudaarkan senyum.
“Tentu saja. Turunkan kakimu.” Aku menyuruhnya menurunkan kaki. Jujur saja, kedua taganku saat ini sedang gemetaran.
“Pelan-pelan saja.” Gumamku menenangkan diri sendiri.
“Apa ? haha, Taehyung-ssi, Taehyung-ssi, Taehyung-ssi, Taehyung,” akhirnya waktu berakhir dengan hanya mendenagrkan suaranya menanyikan namaku, bahkan aku membandingkan suaranya menyanyikan namaku dengan suara nyanyian Jimin, bedanya Jimin menyanyikan “Taehyung-ah” sedang Zian “Taehyung-ssi”
“Selesai”
“Gumawo, wah bagus sekali ikatan sepatu kamu, Taehyung.” Kedua mata Zian terlihat berbinar-bianr senang bahkan berlompat-lompat kecil.
“Karena nyanyian kamu begitu bagus, aku sampai lupa rasa gugupku.” Ucapanku yang  tiba-tiba membuat zian berhenti melompat, dai menatapku lama dan akhirnya menangis disana.
Aku hampir kena seranagn jantung karenanya. Wajahnya yang disembunyikan di balik telapak tangannya adalah hal terindah yang pernah kullihat. Selain jimin, seperti aku akan membunuh seseorang jika mereka berani merampas gadis ini dariku. Ya, mereka berdua.
“Lari yuk.” Aku menarik tangannya tanpa memerlukan persetujuannya lagi, kami meninggalkan ruangan loker dan berlari menuju taman samping kolam renang.
“Sudah ah, Aku lelah.” Zian melepas tangan kami dan membungkuk memegang lututnya semari menarik nafas mengumpulkan mereka karena telah pergi beberapa menit yang lalu.
Aku tertawa, Dia tertawa, Kami tertawa.
“Kamu tadi sedang sedih ?”
“Karena kamu .” Jawabannya dengan malu-malu, dia sedikit menunduk, membuat helaian rambutnya berhamburan menutupi wajahnya.
“Tunggu aku. Sebentar saja.” Dia menatapku heran, namun tetap membiarkan aku pergi.
“Ta-da !!!” aku memetik bunga di halaman taman dan memberikannya pada Zian. Gadis itu melonjak senang dan hampir saja memelukku, kami tertawa karena malu.
“Mau keluar ?” aku bertanya agar suasana tak jadi sepi lagi
“Kita sudah diluar.”
“Ah, benar juga. Maksudku, keluar seperti ke zona X, atau pameran, atau MOX bioskop, atau apapun yang penting”
Buru-buru dia memotong ucapanku. “Kencan ?” lalu dia menutup mulutnya karena merasa terkejut. Aku menelan ludah dengan susah payah. Kenapa gadis ini mengambil alih bagianku ?
“Besok jam 8 pas, aku tunggu di depan stasiun kereta Jkioek”
***
Namjoon Hyung menatap kami bergantian, wajahnya dipenuhi dengan kecemasan yang amat menyakiti kami. Begitupun dengan Yoongi Hyung, Hosoek Hyung, Seokjin Hyung, dan Jungkook, mereka duduk dalam diam namun mata mereka sudah cukup menggambarkan kegelisahan mereka. Disana aku hanya sebagai orang yang benar-benar tak pantas ada disana, berada dalam zona nyaman sementara membiarkan Taehyung seorang diri mendapatkan luka lama yang tidak pernah bisa ia sembuhkan. Akulah yang menyebabkan seua ini. Aku- YA ! KAMU JIMIN
“Mian, semua ini karena aku.” Meraka menatapku dengan kening berkerut, memang mereka sudah tau wanita itu tapi mereka belum tahu cerita lengkapnya, bagaimana Taehyung dan Zian bertemu, asal-muasal masalah, sampai puncak masalah, dan luka yang selamanya tidak akan terobati yang diderita Taehyung.
Dan aku memulai cerita masa lalu kami. Semuanya, tanpa ada yang ditutup-tutupi. Ya, memang seharusnya tidak.
***
Taehyung meletakkan sekotak bekal di meja belajarku, hari ini merupakan hari ke-5 selama kami menduduki kelas 11 dan Taehyung masih saja menghabiskan waktunya untuk bermain-main, terutama karena tengan dimabuk cinta. Ya, mereka sudah 2 tahun berpacaran dan aku rasa ini menghabiskan waktu yang dulu adalah milikku. Gadis itu, Zian, dia semakin menempel pada Taehyung selain karena sahabatku ini memiliki banyak penggemar perempuan, kebanyakan adalah kakak tingkat kami, karena sepertinya Zian memiliki masalah yang tidak dia bagi pada Taehyung, menurutku masalah itu menyangkut hubungan mereka. Dan itu benar, bahkan Taehyung sendiri belum menyadari hal itu.
“Zian memberikan ini untukmu Jimin-ssi. Kau tidak ikut kami ke cafe ?”
Taehyung menarik kursi di depanku dan mendudukinya, dia mengambil roti dari tanganku dan memakannya.
“Tidak, Taehyung-ah. Aku ada pertemuan keluarga, kebetulan nenekku pulang dari Indonesia dan aku harus menjemput di bandara. Kalian pergi saja, lain kali aku akan ikut.”
“Nenek ? wah, salam yaa, aku kangen sekali. Nanti aku pergi yaa, tolong bilang pada nenekmu untuk memasakkan ramen terbaiknya.”
Aku dan Taehyung larut dalam obrolan tentang nenekku, sampai ramen dan percakapan konyol lainnya. Kami benar-benar menghabisakan waktu yang terasa singkat.
***
“APA ?” mereka berteriak lantang dengan wajah menggambarkan kekagetan tak terkira. Aku hanya bisa menunduk, meyesali sesuatu yang besar baru saja aku ceritakan pada mereka, rahasia terbesar yang aku dan Taehyung miliki tentang seorang wanita.
“Astaga” Namjoon Hyung menahan ucapannya dengan jemari yang menutupi mulutnya. Jungkook sudah menangis, merasakan penderitaan Taehyung saat itu dan kesakitanku menjadi satu-satunya orang yang tahu masalah Tahyung bahkan nenek Taehyung sendiri tidak mangetahui ini.
“Kita harus menolongnya.” Seru Hoseok Hyung sambil berdiri menegaskan semuanya.
Aku menggeleng. “Tidak mungkin.”
“Ya Tuhan,” Yoongi Hyung terlihat putus asa kalau boleh jujur itu adalah wajah putus asa pertama yang aku lihat dari dirinya.
“Ta-tapi, Taehyung akan baik-baik saja kan?” mendengar perkataan Jungkook, membuat aku menunduk dalam gelisah yang ku sembunyikan. Sebenarnya aku juga takut harus menerima kenyataan masa lalu yang terulang kembali. Aku bahkan lebih takut sahabatku itu terluka lebih dalam lagi.
“Ya, dia akan baik-baik saja. Kita tahu bahwa Taehyung adalah orang yang kuat.” Ujar Seokjin Hyung sembari menjatuhkan telapaknya pada bahuku, menegaskan bahwa aku tidak perlu berlarut dalam penyesalan.
“Ya !”
“Siapapun yang nanti akan dihubungi Taehyung, tolong, agar memanggil yang lain karena kita semua butuh kabar dari dia.” Begitulah keputusan final kami. Kami berlalu dan masuk sedalam kamar masing-masing

TO BE CONTINUED

Kamis, 31 Januari 2019


Kristal Salju
(Part 2)

Senyum kecilmu terasa sakit karena suatu alasan
Bagaimana aku bisa lebih dekat ?
Mengapa aku tak bisa menemukan jawaban untuk perasaan ini ?
Bagaimana aku akan mencarinya ?
 Bagaimana ? biarkan aku tahu

Sosok misterius itu adalah Kristal Salju

Aku tidak bisa membiarkan kisahku tak terbalaskan
Meskipun aku bisa mengubah segalanya
Tentunya, aku bisa menjanjikanmu

Aku ingin menjaga janjiku sekali lagi
Sebelum itu berubah menjadi air mata
Kristal Salju yang semakin jauh dari jangkauanku
Yang semakin aku inginkan

Bahkan dalam 100 tahun
Selama aku melangkah bersamamu
Aku akan baik-baik saja
Bolehkah aku menjadi milikmu ?
Langit bersalju yang tak berbintang ini, suatu hari nanti 

Rabu, 02 Januari 2019

Moonchild



Part 1

Bahu kekar Taehyung seperti remuk dalam pelukanku, bahu itu bergetar diikuti tangisan tak tertahankan. Sedari sore tadi dia hanya menyembunyikan diri dalam kamarnya, dan tak ingin satu orang pun mengganggunya. Aku pulang dan mendapati sahabatku ini sedang menangis di dalam kamar mandi pribadiku, aku menyeretnya keluar dan langsung memeluknya agar menenangkannya.

Ternyata dia sudah menungguku sedari tadi, merasakan dingin ubin kamar ku dengan merebah seperti seekor keledai. Aku merasa khawatir karena apa yang menjadi perkara dalam kepalanya itu bisa membuatnya merapuh seperti kertas.

Dia terus menangis seperti air matanya bahkan belum habis sejak siang ketika pulang dari Sajeun park, taman bermain khusus untuk orang dewasa di daerah Haejin, bahkan di hari pertama taman bermain itu buka Taehyung telah memiliki kenangan buruk disana. Aku ragu bahwa besok dia akan bersemangat ketika kami memiliki pekerjaan di segala jenis taman.

"Jimin-ah, aku tidak peduli jika kau sudah mendengar ini dari yang lain tapi aku ingin memberitahu sekali lagi." Sambil terisak Taehyung terus berkata sambil menarik ingusnya, sebenarnya aku sudah tidak bisa membedakan ingin tertawa dan menangis, kadang sahabatku bisa sangat melankolis dan juga bisa berperilaku aneh dalam waktu yang sama. Itu membuatku sudah begitu nyaman.
"Ya, aku ingin mendengarkan lagi. Bicaralah."

Taehyung melepaskan diri dan meringkuk di ranjangku, menarik selimut dengan sembarangan dan menutupi sebagian wajahnya. Aku duduk disampingnya memperhatikan Taehyung sebaik mungkin agar tidak melewatkan apapun. Karena jika aku melewatkan maka aku akan kehilangan moment berharga bersama sahabat yang selalu terlihat ceria ini.

"Aku melihat mereka." Dia menahannya dengan sedikit terdengar isakan, lalu ia menarik nafas lagi. "Mereka terlihat bahagia. Aku bahkan melihat bocah perempuan sedang merengek dibelikan permen. Lalu mereka membawa bocah itu pergi menghampiri gerobak kembang gula, dan membelikan banyak sekali untuk bocah itu." Dia melanjutkan lagi kali ini sambil mengarahkan pandangannya kepadaku. Kedua matanya kembali dipenuhi air mata.

"Mereka memiliki kembali kebahagiaan mereka, dan aku ? aku hanya serpihan debu. Ya, Jimin-ah ?" dia terisak semakin menggila.
Aku hanya terdiam mengerti bahwa ini yang terbaik untuk dia saat ini. Dimana dia bisa lagi meluapkan semua kesedihan yang ia pendam sendiri selama ini ? Aku. Ya, hanya aku. Meski kenyataanya banyak banyak yang bisa ia ajak bicara tapi yang tahu pasti tentang Taehyung di masa lalu hanyalah aku.

Taehyung terdiam menarik nafas. Menutup wajahnya dengan bagian selimut lain yang masih terlihat kering akhirnya basah karena sekaan air matanya. Terdengar tawa serak dan teriakan kecil. Taehyung kembali membuka selimut yang menutupi wajahnya dan tersenyum padaku.

Melihat Taehyung yang begitu rapuh membuat aku kembali pada bayangan tentang masa lalu ketika kami berada di bangku SMA.

***

Gadis itu selesai menganyam rambutnya, dia terlihat sangat suka dengan kegiatannya sendiri. Sedang aku dan Taehyung mencoba mencuri pandangan padanya. Menyisakan waktu sedikit waktu agar Taehyung bisa melihat wajah gadis itu lebih lama.

Sudah sebulan ini setelah upacara penerimaan siswa baru, kami menempati kelas yang sama dan ikut serta memuja gadis yang sedang kami lihat. Sebenarnya hanya Taehyung saja, aku hanya menemani.
"Aku memberinya sekotak tisu basah waktu itu. Kamu tahu ? dia dipenuhi coklat akibat Sunbaenim yang jahil menumpahkan coklat padanya.Ya, aku tahu sih, untuk sekotak tisu basah tidak terlalu membantu tapi setidaknya itu pertolongan pertama yang paling baik."

Aku mengingat lagi ketika pertama di kagetkan oleh ucapan Taehyung kalau dia naksir berat sama cewek itu. Cewek yang bahkan tidak kami ketahui namanya.
"Taehyung-ah, sampai kapan kita seperti ini ? bagaimana kalau kamu membantu mengikat rambutnya ?" dengan paksa aku mendorong badannya, membuat Taehyung berteriak tertahan seperti di dalam perpustakaan ini hanya ada kami berdua.

Gadis itu mengangkat wajah. Menatap kami, mengerutkan dahi, lalu tertawa.
"Sedang apa Taehyung-ah, Jimin-ah ?" terdengar suara yang lembut memanggil namaku. Jujur saja aku hampir terkelabui karena suara yang lembut itu.
Aku mengirimkan kode kepada Taehyung agar menghampiri gadis itu., setidaknya kami tau siapa namanya.

"Kau tau nama kami?" aku mengambil inisatif menyapanya terlebih dahulu karena saat ini Taehyung sedang berdiri terpaku di tempat dengan posisi kaki sebelah terangkat dan kaki sebelah masih ada di lantai. Dia seperti terkena sihir hitam penyihir jahat.

"Tentu saja, kamu pernah gagal pentas karena tiba-tiba lupa teks. Kamu mendapat nilai 100 untuk seni, kamu juga menjadi peringkat pertama karena gambar yang sangat bagus, lalu kalian berdua juga sangat keren saat bernyanyi di kantin kemarin." Gadis itu berbicara panjang lebar dan membuatku kagum. Bagaimana kami seterkenal itu hingga dia tau segala yang buruk ?

"Taehyung-ah pernah memberiku tisu basah. Haha, kenangan buruk karena disiram seember coklat. Gila banget ! untung ada kamu Taehyung." Terdengar gelak tawa. Taehyung merespon, tubuhnya berputar dan akhirnya berlari ke arahku.

"Ayo kita pergi !" Taehyung menarik tanganku dan hendak menyeretku pergi namun terlihat tangan kecil milik gadis itu menahan ujung seragam Taehyung.
"Kenapa pergi ? ah, maaf ya, membicarakan keburukan kalian." Aku melepas tangan Taehyung namun aku mengabaikan itu semua dan kembali memfokuskan diri pada gadis itu.
"Tidak kok, kamu hanya menyebutkan kejelekanku, tidak untuk Taehyung tapi itu tidak masalah. Kenalkan aku Jimin, Park Jimin." Dia tertawa dan menyambut uluran tanganku.
"Xian Xu Lee, kalian bisa memanggilku Zian"

"Xian ? atau Zian ? atau Jian ?" aku mengulang kembali ejaan namanya yang benar agar kami tidak salah memanggilnya nanti jika berpapasan di kantin.

"Z-I-A-N. Zulu, India, Alfa, November." Taehyung tertawa. Aku dan Zian menatapnya heran, lalu kami menertawakan dia.

***

Ya, aku yang harus disalahkan disini, karena jika aku tidak mendorongnya dan dia tidak berteriak seperti hari itu, pasti mereka tidak akan pernah berkenalan, dan tidak akan pernah ada kisah penuh kesedihan seperti ini.
"Jimin-ssi ?" kudengar Taehyung memanggil.
"Kamu menangis ? kenapa ?" 
Apa aku ketahuan sedang menangis ? aku menghapus air mataku dan beranjak pergi dari dudukku. Merasakan panas pada kedua mataku.
"Taehyung, tolong, jangan terus bersedih seperti ini. Aku akan terus merasa bersalah. Kamu harus bangkit Taehyung, harus !"
Aku merasa gelisah mondar-mandir di dekat ranjang, begitu sampai akhirnya lelah dan memutuskan duduk melantai menyandarkan kepala pada kusen pintu.

Taehyung bangun dan menghampiriku.
"Gomapda, Jimin-ssi. Kau sahabat terbaik yang pernah aku miliki." Kami melakukan high five sebelum akhirnya dia berlalu di balik pintu kamarku
"Aku sudah membaik, jadi jangan terus menyalahkan dirimu. Dalam hal ini, hanya aku satu-satunya manusia yang harus disalahkan."
Itu kalimat terakhir Taehyung, setelah itu aku tidak lagi bertemu dengannya. Dia tidak muncul di dorm dan membuat kami bersembunyi di balik layar. Berlari dari kejaran wartawan yang menanyakan perihal menghilangnya Taehyung. Meski pihak kami telah mengatakan bahwa Taehyung sedang berlibur ke Bali dan tidak ingin diganggu privasinya. Namun para wartawan ini juga tidak puas. Mereka mendatangi studio kami, tidur di jalan menuju dorm dan bahkan mengganggu jam makan siang kami.

Dan yang benar-benar terjadi adalah TAEHYUNG MENEMUI ZIAN. Untuk beberapa alasan aku merasa sangat khawatir pada Taehyung. Ya, sangat !

TO BE CONTINUED