Senin, 11 Maret 2019


Moonchild (part 2)
“Yes !!!” Taehyung berteriak histeris, untungnya kami berada di atap sekolah jadi tidak ada yang mendengar teriakannya selain hanya aku.
“Ada apa, Taehyung-ah ?” aku menariknya duduk, setelah itu dia merebahkan punggungnya di lantai atap dan merebah seperti anak kecil.
“Kencan pertama kami !”
“Apa ?”
“Hahaha, aku tahu kau sangat terkejut.” Taehyung memulai ceritanya

Taehyung POV
Kami beremu di koridor loker ketika aku hendak berjalan keluar, Zian sedang memasang sepatunya dengan buru-buru, anmun terliaht sepasang sepatu itu enggan memasuki kakinya. “Boleh aku bantu ?” tawarku, sial ! Tuhan, jangan kau buat aku salah berkata lagi.
“Apa ? Ah-Taehyung-ssi ? bolehkah ?” setelah dia mengangkat wajah dan mendapati aku yang berdiri di hadapannya, dia kemabali mengudaarkan senyum.
“Tentu saja. Turunkan kakimu.” Aku menyuruhnya menurunkan kaki. Jujur saja, kedua taganku saat ini sedang gemetaran.
“Pelan-pelan saja.” Gumamku menenangkan diri sendiri.
“Apa ? haha, Taehyung-ssi, Taehyung-ssi, Taehyung-ssi, Taehyung,” akhirnya waktu berakhir dengan hanya mendenagrkan suaranya menanyikan namaku, bahkan aku membandingkan suaranya menyanyikan namaku dengan suara nyanyian Jimin, bedanya Jimin menyanyikan “Taehyung-ah” sedang Zian “Taehyung-ssi”
“Selesai”
“Gumawo, wah bagus sekali ikatan sepatu kamu, Taehyung.” Kedua mata Zian terlihat berbinar-bianr senang bahkan berlompat-lompat kecil.
“Karena nyanyian kamu begitu bagus, aku sampai lupa rasa gugupku.” Ucapanku yang  tiba-tiba membuat zian berhenti melompat, dai menatapku lama dan akhirnya menangis disana.
Aku hampir kena seranagn jantung karenanya. Wajahnya yang disembunyikan di balik telapak tangannya adalah hal terindah yang pernah kullihat. Selain jimin, seperti aku akan membunuh seseorang jika mereka berani merampas gadis ini dariku. Ya, mereka berdua.
“Lari yuk.” Aku menarik tangannya tanpa memerlukan persetujuannya lagi, kami meninggalkan ruangan loker dan berlari menuju taman samping kolam renang.
“Sudah ah, Aku lelah.” Zian melepas tangan kami dan membungkuk memegang lututnya semari menarik nafas mengumpulkan mereka karena telah pergi beberapa menit yang lalu.
Aku tertawa, Dia tertawa, Kami tertawa.
“Kamu tadi sedang sedih ?”
“Karena kamu .” Jawabannya dengan malu-malu, dia sedikit menunduk, membuat helaian rambutnya berhamburan menutupi wajahnya.
“Tunggu aku. Sebentar saja.” Dia menatapku heran, namun tetap membiarkan aku pergi.
“Ta-da !!!” aku memetik bunga di halaman taman dan memberikannya pada Zian. Gadis itu melonjak senang dan hampir saja memelukku, kami tertawa karena malu.
“Mau keluar ?” aku bertanya agar suasana tak jadi sepi lagi
“Kita sudah diluar.”
“Ah, benar juga. Maksudku, keluar seperti ke zona X, atau pameran, atau MOX bioskop, atau apapun yang penting”
Buru-buru dia memotong ucapanku. “Kencan ?” lalu dia menutup mulutnya karena merasa terkejut. Aku menelan ludah dengan susah payah. Kenapa gadis ini mengambil alih bagianku ?
“Besok jam 8 pas, aku tunggu di depan stasiun kereta Jkioek”
***
Namjoon Hyung menatap kami bergantian, wajahnya dipenuhi dengan kecemasan yang amat menyakiti kami. Begitupun dengan Yoongi Hyung, Hosoek Hyung, Seokjin Hyung, dan Jungkook, mereka duduk dalam diam namun mata mereka sudah cukup menggambarkan kegelisahan mereka. Disana aku hanya sebagai orang yang benar-benar tak pantas ada disana, berada dalam zona nyaman sementara membiarkan Taehyung seorang diri mendapatkan luka lama yang tidak pernah bisa ia sembuhkan. Akulah yang menyebabkan seua ini. Aku- YA ! KAMU JIMIN
“Mian, semua ini karena aku.” Meraka menatapku dengan kening berkerut, memang mereka sudah tau wanita itu tapi mereka belum tahu cerita lengkapnya, bagaimana Taehyung dan Zian bertemu, asal-muasal masalah, sampai puncak masalah, dan luka yang selamanya tidak akan terobati yang diderita Taehyung.
Dan aku memulai cerita masa lalu kami. Semuanya, tanpa ada yang ditutup-tutupi. Ya, memang seharusnya tidak.
***
Taehyung meletakkan sekotak bekal di meja belajarku, hari ini merupakan hari ke-5 selama kami menduduki kelas 11 dan Taehyung masih saja menghabiskan waktunya untuk bermain-main, terutama karena tengan dimabuk cinta. Ya, mereka sudah 2 tahun berpacaran dan aku rasa ini menghabiskan waktu yang dulu adalah milikku. Gadis itu, Zian, dia semakin menempel pada Taehyung selain karena sahabatku ini memiliki banyak penggemar perempuan, kebanyakan adalah kakak tingkat kami, karena sepertinya Zian memiliki masalah yang tidak dia bagi pada Taehyung, menurutku masalah itu menyangkut hubungan mereka. Dan itu benar, bahkan Taehyung sendiri belum menyadari hal itu.
“Zian memberikan ini untukmu Jimin-ssi. Kau tidak ikut kami ke cafe ?”
Taehyung menarik kursi di depanku dan mendudukinya, dia mengambil roti dari tanganku dan memakannya.
“Tidak, Taehyung-ah. Aku ada pertemuan keluarga, kebetulan nenekku pulang dari Indonesia dan aku harus menjemput di bandara. Kalian pergi saja, lain kali aku akan ikut.”
“Nenek ? wah, salam yaa, aku kangen sekali. Nanti aku pergi yaa, tolong bilang pada nenekmu untuk memasakkan ramen terbaiknya.”
Aku dan Taehyung larut dalam obrolan tentang nenekku, sampai ramen dan percakapan konyol lainnya. Kami benar-benar menghabisakan waktu yang terasa singkat.
***
“APA ?” mereka berteriak lantang dengan wajah menggambarkan kekagetan tak terkira. Aku hanya bisa menunduk, meyesali sesuatu yang besar baru saja aku ceritakan pada mereka, rahasia terbesar yang aku dan Taehyung miliki tentang seorang wanita.
“Astaga” Namjoon Hyung menahan ucapannya dengan jemari yang menutupi mulutnya. Jungkook sudah menangis, merasakan penderitaan Taehyung saat itu dan kesakitanku menjadi satu-satunya orang yang tahu masalah Tahyung bahkan nenek Taehyung sendiri tidak mangetahui ini.
“Kita harus menolongnya.” Seru Hoseok Hyung sambil berdiri menegaskan semuanya.
Aku menggeleng. “Tidak mungkin.”
“Ya Tuhan,” Yoongi Hyung terlihat putus asa kalau boleh jujur itu adalah wajah putus asa pertama yang aku lihat dari dirinya.
“Ta-tapi, Taehyung akan baik-baik saja kan?” mendengar perkataan Jungkook, membuat aku menunduk dalam gelisah yang ku sembunyikan. Sebenarnya aku juga takut harus menerima kenyataan masa lalu yang terulang kembali. Aku bahkan lebih takut sahabatku itu terluka lebih dalam lagi.
“Ya, dia akan baik-baik saja. Kita tahu bahwa Taehyung adalah orang yang kuat.” Ujar Seokjin Hyung sembari menjatuhkan telapaknya pada bahuku, menegaskan bahwa aku tidak perlu berlarut dalam penyesalan.
“Ya !”
“Siapapun yang nanti akan dihubungi Taehyung, tolong, agar memanggil yang lain karena kita semua butuh kabar dari dia.” Begitulah keputusan final kami. Kami berlalu dan masuk sedalam kamar masing-masing

TO BE CONTINUED

Tidak ada komentar:

Posting Komentar